Kemiskinan Petani, Tak Diizinkan Oleh Islam

Last Updated: 11 Mei 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Profesi petani di Indonesia adalah profesi yg diidentikkan dengan kemiskinan. Jumlah kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani sangat besar, menurut data BPS tahun 2019, sebanyak 49,41% dari rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Menurut data BPS tahun 2013 jumlah keluarga petani sekitar 26,13 juta keluarga.

Sangat ironis dengan predikat negara agraris yang secara alamiah memiliki lahan yang luas dan subur, bahkan saking suburnya dijuluki gemah ripah lohjinawi, tongkat kayu dan batupun jadi tanaman.

Terkait dengan lahan pertanian saja, menurut Anton Apriantono, terdapat 5 (lima) masalah lahan di Indonesia, yaitu: Pertama, luas kepemilikan lahan petani yang sempit, sehingga sulit menyangga kehidupan keluarga petani. Kedua, produktivitas lahan yang menurun terus. Ketiga, terjadinya alih fungsi (konversi) lahan yang bertambah besar untuk keperluan non-pertanian, misalnya untuk keperluan industri (pabrik) dan pemukiman.

Keempat, belum optimalnya implementasi pemetaan komoditas terkait dengan agroekosistem. Kelima, masih banyaknya lahan tidur (idle land). (Anton Apriyantono, Pembangunan Pertanian di Indonesia, hlm. 13). Belum lagi masalah lahan akibat dari hutang riba yang menjerat petani.

Untuk menyelesaikan masalah lahan yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut, Islam memiliki hukum hukum yang mampu mengatasinya. Masalah lahan yang sempit misalnya, dapat diselesaikan dengan menerapkan hukum Ihya’ul Mawat. Ihya’ul Mawat adalah upaya seseorang untuk menghidupkan tanah mati (al-ardhu al-maitah), yaitu tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun.

Menghidupkan tanah mati, artinya melakukan upaya untuk menjadikan tanah itu menghasilkan manfaat, misalnya bercocok tanam pada tanah itu, menanam pohon padanya, membangun bangunan di atasnya, dan sebagainya. Upaya seseorang menghidupkan tanah mati, menjadi sebab baginya untuk memiliki tanah tersebut. Sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Bukhari).

Atau dapat pula dengan menerapkan hukum iqtha’, yaitu negara memberikan tanah miliknya kepada rakyat. Dari mana negara memperoleh lahan ini? Negara memiliki tanah dari lahan-lahan tidur yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan mengambil alih lahan-lahan tidur yang terlantar itu secara paksa, lalu diberikan secara gratis kepada petani yang mampu mengelolanya.

Mengenai pengelolaan lahan yang sudah dimiliki, Syariah Islam mewajibkan para pemilik lahan, baik yang dimiliki dengan cara Ihya`ul Mawat, Tahjir, maupun yang dimiliki dengan cara lainnya, untuk mengelola tanah itu agar produktif. Artinya, kepemilikan identik dengan produktivitas. Prinsipnya, memiliki berarti berproduksi (man yamliku yuntiju). Jadi pengelolaan lahan adalah bagian integral dari kepemilikan lahan itu sendiri (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, hlm. 61).

Maka dari itu, Syariah Islam tidak membenarkan orang memiliki lahan tapi lahannya tidak produktif. Islam menetapkan siapa saja yang menelantarkan lahan pertanian miliknya selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, maka hak kepemilikannya gugur.

Selain hukum-hukum seputar lahan di atas, Islam juga telah menggariskan kebijakan pertanian (as-siyasah az-zira’iyyah), yaitu sekumpulan kebijakan negara yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian (al-intaj al-zira’iy) dan meningkatkan kualitas produksi pertanian (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, hlm. 185-190).

Selain itu, ada fakta bahwa sebagian besar petani Indonesia terjerat oleh hutang riba di perbankan, koperasi, rentenir yang menyebabkan lahan petani tergadai sebagai jaminan. Banyak yang stress dan makin terpuruk usahanya karena beban bunga riba. Transaksi ribawi jelas dilarang oleh Islam, oleh karena itu kebijakan pertanian Islam menghindarkan petani dari jeratan riba yang memiskinkan petani.

Jika aturan Islam dipakai dalam menyelesaian urusan manusia termasuk masalah lahan pertanian, inshaAllah petani akan memperoleh kesejahteraan. Wallahu a’lam.

Akhmad Indradi
Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Kab. Penajam Paser Utara