Keagungan Islam Dalam Tata Kelola Bumn

Last Updated: 26 April 2021By

Oleh : M Azzam Al Fatih

Di lihat dari usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian Negara. Didapati dua jenis perusahaan, yakni perusahaan milik Negara dan Swasta.  Dari Perusahaan Swasta menghasilkan pajak, sedang yang dari kepemilikan negara berupa keuntungan.  Perusahaan Swasta semisal, pabrik – pabrik, perusahan yang menjual produk atau jasa, serta perusahaan – perusahaan yang dikelola oleh asing berupa sumber daya alam atau yang lainya. 

Sedang BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara. Sebagaimana diatur oleh UU No. 19 tahun 2003 pasal 1. Perusahaan – perusahaan tersebut diantaranya  PLN, Pertamina, Dan Bank – Bank milik negara seperti BRI, BNI, Mandiri, Dan Bank Syariah Indonesia yang baru saja lahir hasil merger bank tiga bank syariah di Indonesia.

Namun, sangat ironis tatkala BUMN yang notabenenya milik negara mengalami krisis. Dengan ditandai utang yang tinggi. Sebagai mana yang  terjadi saat ini, yakni menanggung utang  mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun. Dari sekian banyak gunungan utang yang tertera di neraca laporan keuangan BUMN itu sebanyak lebih dari  Rp 850 triliunnya merupakan utang luar negeri (ULN).

Berdasarkan statistik ULN BI, total utang luar negeri BUMN pada Februari 2021 mencapai hampir US$ 60 miliar atau nilainya setara dengan Rp 862 triliun jika menggunakan asumsi kurs Rp 14.000/US$. ULN naik 10% dalam satu tahun terakhir. ( Di kutip dari berita CNBC pada tanggal 16 April 2021)

Ada apa dibalik krisis perusahaan berplat merah tersebut?

Di balik krisis BUMN non keuangan tersebut ternyata ada kesalahan dalam pengelolaannya. Badan usaha tersebut tak ubahnya seperti korporasi besar yang mengelola sumber daya alam. Terletak, siapa yang berhak menjabat pimpinan terjadi lobi – lobi dalam sistem oligarki. Hal ini pernah dipertegas oleh Ahok, yang mengatakan telah terjadi lobi – lobi direksi kepada menteri.  Hal ini juga di pertegas lagi oleh mantan menteri BUMN, Dahlan iskan yang mengatakan bahwa siapa yang ditunjuk menjadi pimpinan direksi pasti ada unsur politik.
https://jatim.suara.com/read/2020/09/23/155246/pergantian-direksi-libatkan-komisaris-dahlan-iskan-sepakat-dengan-ahok.

Demikianlah praktek Kapitalisme dalam mengelola  BUMN, akibatnya gaji berikut  tunjangan para direksi dan jajaran bawahannya sangat tinggi. Sebaliknya Utang yang sudah menjadi mentalnya menjadi solusi setiap terjadi resesi. Maka, wajar hutang BUMN melambung hingga titik yang kejatuhan.

Akhirnya, Kapitalisme hanya mementingkan para perorangan yang notabenenya para konglomerat dan lingkungan sekitarnya. Sementara rakyat hanya menanggung penderitaan dan kesengsaraan akibat kebijakan kenaikan demi kenaikan produk, misalnya BBM, TDL , dan  lainya yang menjadi kebutuhannya.

Di sisi lain negara lemah dalam pengawasan kelola BUMN dan terkesan abai terhadap nasib rakyatnya. Sebab dalam hal ini negara hanya berperan sebagai regulator atau wasit demi terwujudnya keadilan  perusahaan – perusahaan tersebut. 

Dampak terburuknya adalah aset – aset negara dikuasai asing lewat jual beli yang dilakukan oknum bermental maling demi Kepentingan dan kesenangan sendiri. Maka sangat nampak sekali bahwa sistem Kapitalisme menyuburkan kongkalikong penguasa dengan pengusaha. Olehkarena itu dapat dipertegas bahwa sistem Kapitalisme menyuburkan bisnis antara pengkhianat dengan para imperialisme.

Berbeda dengan islam. Dalam Islam, BUMN sangat bersinergi dengan negara untuk mewujudkan kehidupan yang mensejahterakan dan membahagiakan rakyatnya. Namun hal itu tidak akan terwujud manakala negara tidak berpijak kepada sistem islam yang agung.

Pertama bahwa Negara yang di dalamnya terdapat seorang Kholifah selaku pemangku kebijakan tertinggi. Diberi amanah untuk mengelola sesuai syariat Islam untuk kebahagiaan rakyatnya. 

Rosulullah Saw bersabda 
“Imam itu adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya ( yang digembalakan)”
( HR. Imam Bukhori dan imam Ahmad)

Dengan demikian hubungan antara negara dengan rakyat bukanlah mitra bisnis seperti Kapitalisme, namun negara wajib melayani rakyat  sebaik mungkin, dengan mensejahterakan dan membahagiakan. Termasuk dalam hal ini,  yakni berperan mengawasi pengelolaan BUMN agar berjalan sesuai syariat Islam.

Kedua, Syariat Islam yang menjadi standar untuk mengambil kebijakan memperinci secara detail. Yakni mana kepemilikan pribadi, umum, dan negara.
Sedang keberadaan BUMN merupakan kepemilikan umum. Sebagai hadist Rosulullah Saw.

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api “(HR Abu Dawud dan Ahmad).

Berdasarkan hadist di atas, Sumber daya alam yang dikelola oleh BUMN tidak boleh dimiliki individu atau diperjualbelikan kepada person, yang kemudian person atau perusahaan swasta mengelola kemudian hasilnya dijual kepada yang lain, termasuk rakyat kecil. Namun, Sumber kekayaan tersebut dikelola oleh negara dalam hal ini BUMN yang diberi amanah, mengelola berdasarkan syariat sebaik mungkin. kemudian hasil tersebut dikembalikan kepada rakyatnya secara gratis. Adapun yang sumberdaya alam yang berupa batubara, emas dan sejenisnya bisa dijual  ke pihak lain dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk dialokasikan pendidikan gratis, rumah sakit gratis, dan lainya. Yang menjadi unik dari sistem yang agung ini, kesejahteraan dan kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh kaum muslim, tetapi untuk kaum Nasrani, termasuk Yahudi dengan catatan tunduk kepada sistem Islam yakni kekhilafahan.

Keberadaan BUMN sebagai penerima amanah dari negara untuk mengelola sumber daya alam. Sedangkan keberadaan negara berperan untuk mengawasi jalannya mengelola kekayaan negara tersebut, agar dapat sesuai syariat Islam yang agung. Dengan demikian sinergilah antara negara dengan BUMN untuk bersama – sama meriayah rakyatnya dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT.

Wallahua’lam bishowwab.