Kasihan Rakyat, Darurat Kesehatan, Dan Perpu Covid-19
Oleh : Gus Abid Karbela D.BA.
Aliansi Pengusa Muslim – Disaat jumlah pasien positif Dan meninggal Covid -19 bertambah, Di tengah harapan dan penderitaan rakyat yang tak henti, akhirnya “Pemerintah menetapkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat berpegang Kepada status Pembahasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ), sungguhlah langkah Yang tidak tepat. Mengapa demikian ? Mari Kita bahas selanjutnya.
Berdasarkan Undang Undang No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, PSBB merupakan respons dari status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Maka seharusnya sejak saat itu, muncul kewajiban pemerintah mengurusi rakyat dan sisi lain muncul hak rakyat untuk diurus Oleh pemerintah. Merujuk juga pada Pasal 52 Ayat 1 Dan 55 Ayat 1, tentang Selama Dalam Karantina Rumah Dan Wilayah Kebutuhan Hidup dasar orang Dan makanan hewan ternak Yang berada Di rumah / Wilayah Karantina menjadi tanggung Jawab pemerintah pusat
Namun seakan kontroversial dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK ) Muhadjir Effendy mengatakan “Terkait kebutuhan penduduk, hanya menjamin ketersediaan, bukan memenuhi kebutuhan,” Liputan6.com, Rabu (1/4/2020).
Disaat rakyat diminta untuk tetap dirumah, menjalankan kebijakan Physical Distancing tanpa ada kejelasan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup dasar rakyat, Di satu Sisi TKA China, asal Virus Corona, malah berduyun-duyun dibiarkan masuk Indonesia. Faktanya, berdasar Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 1,27 juta kunjungan turis asing ke Indonesia selama Januari 2020. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti mengatakan kunjungan turis asal China masih mengalami kenaikan sebesar 1,46% di Januari 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 dan 2019.
Disamping dilema masyarakat tentang hidup dan kesejahteraannya, Di lain sisi hanya dalam kurun waktu super singkat, pemerintah yang sebelumnya mengumumkan rencana darurat sipil berubah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan baru. Salah satu kebijakan baru bidang ekonomi yang dirilis adalah Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam Perppu tsb pemerintah menyiapkan anggaran penanganan wabah COVID-19 mencapai Rp 405,1 triliun. Dana sebesar itu akan dialokasikan berupa :
1. Insentif Bidang Kesehatan sebesar Rp75 triliun dan Insentif Perlindungan sosial sebesar Rp 110 triliun
2. Insentif Pajak sebesar Rp 70,1 triliun dan Insentif Pembiayaan Pemulihan Ekonomi sebesar Rp150 triliun.
Jika dilihat dari perincian pengalokasian dananya, maka hanya sejumlah 45,7 % saja Yang masuk Dalam Insentif Bidang Kesehatan Dan Perlindungan sosial, selebihnya sejumlah 54,3% tergerus Untuk Insentif Bagi para pengusaha, perbankan dan perpajakan daripada ke rakyat yang terkena dampak langsung. Dari alokasi dana tersebut sungguh nampak aroma kapitalisasi di dalam kebijakan Perppu ditengah wabah Covid -19 yang melanda.
Tak cukup aroma kapitalisasi yang menebar, Namun pasal demi pasal dalam Perppu ini juga memprotect kebal Hukum para pelaksananya. Dalam Pasal 27 Ayat 1 disebutkan bahwa kebijakan penyelamatan terkait krisis bukan merupakan kerugian Negara. Dalam pasal 27 Ayat 2, pengambil kebijakan tidak bisa dituntut oleh hukum pidana dan perdata jika dalam melaksanakan tugas didasari pada itikad baik dan sesuai perundang-undangan. Pasal ini muncul karena dikhawatirkan jika penyaluran dana dalam Perppu kelak berisiko menimbulkan bencana keuangan. Apabila terjadi pergantian rezim, pejabat pembuat kebijakan tidak bisa diseret ke meja pengadilan. Yang senyatanya rakyat berhak meminta pertanggung jawaban terhadap pemerintah.
Saatnya menata kembali negeri dan bangsa ini dengan tatanan kehidupan yang berasal dari Yang Maha Sempurna, Allah SWT, dengan menerapkan kembali sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, Tidak ada yang lebih baik lagi selain menerapkan islam sebagai sistem dan ideology ummat manusia, Itulah kunci utama agar negeri dan bangsa ini memperoleh kebaikan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak. Wallahu a’lam