Kapitalisme Di Balik Penjajahan Palestina Dan Bagaimana Pengusaha Muslim Harus Bersikap
oleh : ASSALIM Pusat
Palestina adalah negara yang paling strategis di dunia karena berada tepat di tengah-tengah antara tiga benua, yaitu benua Eropa, Asia, dan Afrika. Karena itu adalah hal yang wajar jika banyak negara di dunia sangat berkepentingan terhadap masa depan Palestina. Para ahli pun mengakui betapa strategisnya posisi negara Palestina, seperti Edward Said, seorang orientalis yang mengeluarkan teori “world’s heart” untuk Palestina, menurutnya Palestina ibarat jantung dunia, di mana jika jantung ini tercemar atau sakit maka sakitlah tata kelola dunia saat ini. Demikian sebaliknya.
Para ulama mengibaratkan Palestina atau Syam sebagai al-mizan wa hadil ummah, artinya Palestina dijadikan sebagai timbangan atau neraca kondisi umat muslim di dunia. Singkatnya untuk melihat kondisi umat muslim di dunia, maka lihatlah kondisi Palestina saat ini. Karena dijadikan sebagai neraca dan timbangan itulah maka siapapun yang menguasai Palestina, maka dia lah sejatinya penguasa dunia yang sebenarnya. Sehingga sudah seharusnya dan semestinya, perlawanan rakyat Palestina bersama Hamas untuk membebaskan Palestina dari penjajahan bukanlah semata-mata agenda kaum Muslim dan rakyatnya tapi seharusnya menjadi agenda umat muslim sedunia.
Yang tak kalah penting, kalau kita ingin melihat lebih jernih realitas penjajahan di Palestina saat ini, maka dengan sangat mudah kita menemukan selain politik imperialistik dan islamophobia, ada agenda kapitalistik yang sangat kentara di sana dengan agenda menjajah dan menjarah sumber daya alam strategis yang ada di Palestina.
Sejak 1970, entitas Yahudi telah menjarah sumber daya minyak dan gas secara ilegal di wilayah Palestina. Di bawah penjajahannya, saat ini mereka menguasai ladang gas Noa dan Mari yang letaknya di lepas pantai Gaza. Ladang gas Tamar di sebelah barat kota Haifa, dengan total produksi diperkirakan mencapai 8,4 triliun kaki kubik dan banyak masih banyak lagi ladang minyak dan gas lainnya.
Potensi minyak dan gas di tanah kharajiyah milik kaum muslim yang dibebaskan oleh Khalifah Umar Bin Khattab dari tangan Romawi Timur pada tahun 13 Hijriyah dan diulang kembali oleh Shalahuddin Al-Ayubi pada 583 Hijriyah dari Kristen Eropa tampak belum akan berakhir bila tidak segara dihentikan. Para ahli geolog US Geological Survey (USGS) tahun 2010 memperkirakan 1,7 miliar barel minyak dan 122 triliun kaki kubik gas yang dapat ada di Lapangan Levantine Basin yang terletak sekitar 130 kilometer sebelah barat Haifa palestina.
Dari fakta inilah sudah tergambar jelas bahwa yang terjadi di negara Palestina bukanlah masalah tapal batas antara zionis Israel dan negara-negara tetangga, Hamas, dan terorisme, tapi akar masalahnya adalah keberadaan entitas zionis Yahudi yang telah menyerobot, merampok, dan menduduki tanah kharajiyah atau Palestina dengan cara mengusir penduduk dan pemilik aslinya yaitu kaum muslimin di sana dalam bentuk agresi, pendudukan, dan penjajahan atas rakyat dan sumber daya alam yang ada.
Sehingga solusi hakiki untuk masalah Palestina haruslah bersandar pada syariah. Tanah Palestina adalah tanah kharajiyah milik kaum muslim di seluruh dunia sehingga tidak ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah kharajiyah kepada pihak lain, apalagi kepada negara penjajah seperti Zionis Yahudi.
Adapun sikap kita selaku kaum muslimin, tak terkecuali pengusaha muslim semestinya haruslah seperti yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab yang berlatar belakang pengusaha dan para khilafah setelahnya untuk membebaskan kembali tanah kharajiyah kaum muslimin dan kiblat pertama umat Islam ini.
Dan semua ini hanya sanggup dilakukan oleh seorang Khilafah yang dibaiat secara syar’i oleh segenap kaum muslimin. Bukti historis telah nyata memberikan kita pesan yang tegas bahwa hanya sistem khilafah dan para khalifahlah yang sanggup melindungi Palestina dan al-Aqsha sebagai tanah kharajiyah selama berabad-abad lamanya.
Jadi tidak ada aktivitas amal yang paling mulia bagi pengusaha muslim abad ini kecuali terus berjuang dalam barisan dakwah yang sedang mengupayakan tegaknya kembali islam rahmatan lilalamin dalam bingkai daulah khilafah Islamiyah.[]