Janggal, Hasil Survei Kepuasan Publik Ke Jokowi Meningkat Di Tengah Protes Jht Dan Kelangkaan Minyak Goreng
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 95
Oleh: Pujo Nugroho
Assalim.id – Litbang Kompas merilis hasil survei yang mereka lakukan pada akhir Januari 2022 lalu. Survei tersebut menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mencapai 73,9 persen.
Angka ini meningkat dari 66,4 persen dibandingkan survei serupa pada Oktober 2021.
Capaian angka tersebut bahkan tertinggi selama survei-survei sejenis dilakukan sejak Januari 2015 atau di awal masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Lembaga survei lain juga melakukan jajak pendapat dan mengeluarkan hasil yang hampir serupa. Misalnya Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI), mengeluarkan hasil survei di mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi sebesar 71 persen (Tempo.co, 20/2/2022).
Kejanggalan
Beberapa pendapat mengatakan tak seharusnya survei terhadap kinerja pemerintahan itu naik drastis apalagi sejak minyak goreng dan JHT menjadi polemik yang belum terselesaikan hingga saat ini. Hasil survei ini dianggap sebuah keganjilan.
Dilansir dari rmoldkijakarta.id (23/2/2022), Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menyebutkan hal yang sama. Saat ini masyarakat dihadapkan dengan menurunnya kinerja pemerintah Jokowi-Ma’ruf dalam menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng, JHT dan baru-baru ini kelangkaan kacang kedelai.
Belum lagi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang terus berubah-ubah dalam waktu relatif singkat, membuat masyarakat bingung untuk menilai kinerja pemerintah yang seakan-akan tidak terstruktur.
Ujang jadi bertanya-tanya apa penyebab naiknya grafik kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Sedangkan sejauh ini semua serba semrawut.
“Itu kok bisa tingkat kepuasannya meningkat?” katanya lebih lanjut.
Ia juga menambahkan jika mustahil rasanya tingkat kepuasan masyarakat meningkat drastis, sementara jauh di bawah sana masyarakat merasa kesusahan dan kecewa. Jadi, menurutnya pemerintah sengaja meninggikan survei agar terlihat kinerja presiden sudah baik dan memuaskan.
“Surveinya ditinggikan, agar seolah-seolah rakyat percaya pada pemerintahan Jokowi. Siapapun akan kaget dengan tingginya kepuasan publik tersebut. Padahal di bawah, banyak rakyat yang susah dan kecewa,” kata Ujang Komarudin.
Sepemikiran dengan Ujang Komarudin, Ekonom Senior DR. Rizal Ramli, yang dilansir dari Fajar Indonesia Network (23/2/2022), juga menduga-duga jika hasil survei tersebut hanyalah hasil survei berbayar. Dengan kata lain, untuk mendapatkan suara positif masyarakat pihak lembaga survei membayar sejumlah orang.
“Semakin bermasalah, semakin banyak surveyRP abal-abal yang dilakukan pollsteRP berbayar. Yang melakukan manipulasi opini berbayar banyak barang-barang langka, harga-harga BBM, Gas, Listrik, PPN naik. Tapi pollsteRp berbayar tega-teganya melakukan ini,” tulis Rizal Ramil di akun Twitter-nya, Rabu 23 Februari 2022.
Survei memang sebuah cara yang dianggap ilmiah dan akademis untuk men-capture opini publik terhadap sesuatu hal. Hasil survei juga bisa dijadikan dasar mengambil kebijakan.
Namun menjadi aneh jika problem dan kekecewaan publik terlihat nyata di tengah masyarakat tetapi hasil survei menunjukkan sebaliknya. Jika demikian lalu untuk apa survei seperti ini?
Dalam Islam seorang pemimpin kelak akan dimintai tanggung jawabnya.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka.” (HR Bukhari).
Beratnya masalah yang diderita rakyatnya akan memberatkan tuntutan dan hukuman atasnya. Karena itu kepala negara yang peduli dengan kondisi rakyatnya tentu orientasinya adalah benar-benar menyelesaikan problem yang ada bukan membuat survei atau tertipu dengan survei yang kontradiktif. Wallahua’lam.[]