Islam Mendorong Peningkatan Ekonomi Rakyat
Aliansi Pengusaha Muslim – Apa yang terbayang di benak kita ketika disebutkan sistem ekonomi Islam? Saat ini ekonomi Islam dipahami hanya sebatas zakat, pembiayaan syariah, dan hal lain yang mestinya jujur diakui adalah aspek-aspek yang sangat kecil.
Padahal dalam Islam pembahasan ekonomi sangatlah lengkap dan mendukung kegiatan usaha serta kesejahteraan rakyat. Pertama Islam membahas sebab-sebab apa saja harta secara halal bisa dimiliki (asbab at-tamalluk) dan kedua melalui apa saja harta bisa dikembangkan (tanmiyatul mal). Ini dari aspek mikro.
Pun dalam urusan ekonomi makro. Terlebih lagi dunia usaha erat hubungannya dengan kebijakan ekonomi makro sebuah negara. Karena itu sangatlah lucu apa yang kita lakukan saat ini, mencoba mencangkokkan cabang kecil syariah di pokok pohon kapitalisme sekuler.
Dalam Islam ekonomi makro benar-benar mendukung dunia usaha. Negara mengelola kekayaan alam dan potensi yang dimiliki untuk menjamin kebutuhan dasar setiap warga negara. Lebih dari itu negara menyiapkan infrastruktur untuk peningkatan ekonomi secara maju.
Di sinilah peran ketiga ekonomi Islam yang dikenal dengan tauzi’ul tsarwah bayna an-naas yaitu bagaimana cara beredarnya kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Peradaban Islam melalui mekanisme ekonomi akan benar-benar memakmurkan seluruh warga negara.
Islam memiliki dua kebijakan untuk mewujudkan hal di atas. Pertama, mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi melalui penciptaan iklim usaha yang baik dan kepastian hukum. Negara menjamin pelaksanaan mekanisme pasar yang sesuai syariah, menghilangkan penghambat kegiatan ekonomi (penimbunan, kanzul-mal, riba, monopoli, penipuan).
Negara menjamin keterbukaan informasi ekonomi dan pasar untuk meminimalkan terjadinya kecurangan dan kongkalikong aparat dan pelaku usaha, menyederhanakan birokrasi dan administrasi. Serta menghapus berbagai pungutan, retribusi, cukai dan pajak yang bersifat tetap.
Kedua, mengeluarkan dana Baitul Mal (Kas Negara) dalam bentuk pemberian subsidi tunai tanpa kompensasi bagi orang yang tidak mampu. Subsidi negara untuk kaum fuqara dan masakin (orang-orang yang tidak mampu) bukan sekadar dibagi rata dan diberikan dalam nilai yang kecil.
Khalifah Umar bin Khattab pernah menetapkan kebjikan santunan kepada setiap bayi yang lahir sebesar 100 dirham. Nilainya bertambah terus hingga menjelang baligh menjadi 500 sampai 600 dirham (Rp 49 juta dengan kurs 1 dirham Rp 82.000).
Negara memberikan subsidi dalam jumlah yang cukup besar untuk memulai bisnis dan usaha karena tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan.
Infrastruktur mendapat perhatian yang lebih karena juga mampu meningkatkan aktivitas ekonomi secara signifikan. Negara akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau memutar harta yang ia miliki untuk hal-hal yang produktif.
Rasulullah saw., pernah membangun jalan umum dan pasar. Khalifah Umar bin Khaththab ra. mendirikan dua kota dagang besar, yaitu Basrah (pintu masuk perdagangan dengan Romawi) dan Kuffah (pintu masuk perdagangan dengan Persia). Khalifah Umar bin Khaththab ra. juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah agar distribusi gandum ke Kairo bisa langsung menyeberang dari Sinai langsung menuju Laut Merah.
Karena itu Baitul Mal negara haruslah kuat. Di sinilah pentingnya untuk menata dan menerapkan konsep kepemilikan (kepemilikan umum, negara, dan individu).
Inilah cara Islam mengatur ekonominya. Dari makro hingga mikro. Sistem ini adalah sistem terbaik karena lahir dari aturan Islam. Jika kita bandingkan dengan sistem yang ada sekarang sangat jauh sekali. Adalah keharusan bagi kita untuk memperjuangkannya.[] Pujo Nugroho