Categories: Ulasan Utama

assalim

Share

Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 82
Oleh: Pujo Nugroho

Assalim.id – Viral di media sosial kabar bahwa Bandara Internasional Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dijual pemerintah era Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada India.

Kabar ini berawal dari kicauan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu di akunnya di Twitter @msaid_didu, Jumat (26/11/2021).

Dalam kicauannya, Said Didu menyebut jika sudah ada penjualan saham kepada pihak asing terkait pengelolaan Bandara Internasional Kualanamu.

“Bagaimana modus penjualan bandara kuala namu diawali dg pembelokan pengertian asset BUMN/Negara, penjualan saham dibungkus seakakan kerjasama, serta betapa bahayanya jika modus ini berlanjut – apakah ke depan kita masih punya BUMN ?” tulis Said Didu.

“Penjualan aset” yang dimaksud adalah  Kerja sama antara Angkasa Pura (AP) II dengan perusahaan pengelolaan bandara asal India berdasarkan skema bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT). Dalam kerja sama ini, 49% saham Bandara Kualanamun diserahkan GMR dan sisanya 51% tetap dikuasai Angkasa Pura Aviasi.

Bagaimanapun menurut Said Didu kerjasama tersebut tetap merupakan penjualan aset.

“Dia menyatakan tidak menjual aset, itu juga terjadi pada saat rencana penjualan jalan tol. Aset itu bukan berarti hak milik, tapi kuasa penggunaan itu juga aset,” kata Said Didu dikutip dari Pikiran-Rakyat.com (27/11/2021).

Menurut pemerintah kerjasama tersebut tidak merugikan bahkan memberikan keuntungan. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, kerja sama ini memberikan dua keuntungan bagi AP II.

Keuntungan tersebut di anfaranya adalah pertama, memperoleh dana segar Rp1,58 triliun dari GMR. Kedua, GMR melakukan pembangunan di Bandara Kualanamu senilai Rp56 triliun (SindoNews.com, 26/11/2021).

Pernyataan ini sekaligus menunjukkan tipikal pemerintah yang gemar “menjual” aset BUMN di saat menguntunglan. Bahkan bukan saja aset tetapi BUMN itu sendiri yang dijual berbungkus privatisasi. Padahal BUMN tersebut dalam keadaan profitable dan berkinerja baik.

Logikanya tidak mungkin asing atau siapapun mau membeli aset BUMN atau BUMN yang rugi dan menanggung utang triliunan rupiah.

Penolakan aset BUMN yang profitable dijual juga dikemukakan anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron dari Partai Demokrat.

“Sebaiknya obyek usaha BUMN yang menguntungkan tetap menjadi kepemilikan mutlak negara melalui BUMN. Justru kerja sama semestinya terhadap objek usaha BUMN yang membutuhkan suntikan investasi dan dukungan pihak ketiga,” kata Herman Khaeron, kepada wartawan, Jumat (26/11/2021).

Tol yang Profitable Juga Dijual

Selain Bandara Internasional Kualanamu, pola aset BUMN yang profitable dilego ke asing juga sering terjadi kepada jalan tol.

Tahun ini di mana BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk tertekan pembayaran utang, menjual beberapa ruas tol. Direktur Utama Waskita Karya Waskita Destiawan Soewardjono merinci, 4 ruas tol ini yakni Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, Semarang-Batang, Cinere-Serpong, Cibitung-Cilincing.

Dia menjelaskan, tol-tol yang dilepas merupakan tol yang potensial alias menguntungkan secara kinerja keuangan.

“Karena ruas-ruas yang dilepas ini adalah ruas-ruas yang bagus hanya karena COVID sehingga traffic pada saat transaksi kelihatan rendah. Tapi prospek ke depan makanya para investor berani mengambil itu karena prospek ke depan terhadap ruas-ruas yang dilepas Waskita sangat baik,” terangnya (detikfinance.com, 4/11/2021).

Giliran BUMN Rugi, Suntik Modal dari APBN

Kita masih ingat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang awalnya dijanjikan Presiden Jokowi tidak akan menggunakan APBN namun akhirnya menggunakan APBN.

Pemerintah memberikan tambahan suntikan modal kepada PT KAI sebesar Rp 6,9 triliun, di mana sebesar Rp 4,3 triliun dari total dana tersebut ditujukan untuk proyek KCJB.

Selain PT KAI tahun 2021 ini pemerintah juga menyuntikkan modal ke BUMN lain dari APBN berupa penyertaan modal negara (PNM). Penambahan PMN diberikan kepada PT Hutama Karya dan PT Waskita Karya. Jika ditotal bersama PT KAI di atas anggarannya mencapai Rp 33 triliun.

Sebelumnya pada bulan Agustus 2021 pemerintah juga menyuntikkan modal PMN ke PT PLN (Persero) sebesar Rp 5 triliun. Suntikan modal negara ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.

Bahkan untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya terhadap nasabah akibat korupsi, pemerintah pun menyuntikkan modal. Pemerintah mengalokasikan anggaran PMN ke PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI senilai Rp 20 triliun.

Pelunasan polis nasabah Jiwasraya akan dilakukan pemerintah melalui Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan bernama Indonesia Financial Group (IFG) dengan proses polisnya akan dilakukan oleh anak usaha IFG yaitu IFG Life.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, restrukturisasi polis nasabah Jiwasraya nantinya akan masuk ke BPUI (Kompas.com, 9/2/2021).

Inilah gambaran kondisi BUMN. Keprihatinan seolah tidak ada habis-habisnya. Kerugian, kasus korupsi, dan negara terus menyuntik modal menjadi warna beritanya. Jika tidak, kabar penjualan aset. Memilukan. []

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts