Inflasi Bengkak, Kripto Rontok, Apa Solusinya ?
Agan Salim
Ekonomi Amerika Serikat (AS) saat ini sedang memasuki kondisi kalut, dimana resesi bisa menjadi ancaman yang menyelimuti negara tersebut. Tanda-tanda resesi tersebut sudah semakin terlihat dengan The Fed yang beberapa waktu lalu menaikan suku bunganya akibat inflasi yang tidak berkesudahan. Pada Maret 2022, inflasi AS mencapai 8,5%, level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Dilansir dari CNN Bussines Rabu (18/5/2022), kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed untuk menekan lonjakan harga yang disebabkan harga mulai melonjak tinggi serta tingginya pinjaman AS saat ini, yang menjadikan negara paman sam tersebut terkena imbas perlambatan ekonomi yang cukup signifikan.
Akibat dari kebijakan tersebut langsung berdampak sentimen negatif pasar keuangan global, bahkan jatuhnya harga aset-aset kripto. Lihat saja yang terjadi pada Cryptocrash ketika token-token populer kriptonya kehilangan 99% nilainya. Bahkan dikutip dari BBC News, nilai pasar gabungan dari semua mata uang kripto sempat mencapai US$1,12 triliun (Rp 16.363 triliun) pada Kamis (12/05), sekitar sepertiga dari nilai pada November, dengan kerugian mencapai lebih dari 35% pada minggu ini saja.
Di negeri inipun juga tak jauh berbeda, situasi politik global berimplikasi tajam terhadap ekonomi nasional saat ini. Bahkan, tingkat inflasi di Indonesia diprediksi bakal meroket diatas 5-6 persen. Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan, secara tahunan tingkat inflasi per April 2022 telah mencapai 3,47 persen. Begitu juga secara bulanan mengalami peningkatan 0,95 persen.
Dalam teorinya, inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang mengakibatkan terjadinya penurunan nilai mata uang terhadap suatu barang tertentu. Peristiwa ini akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi uang, distorsi harga, merusak output, meruntuhkan efiensi dan investasi produktif, serta menimbulkan ketidakadilan serta ketegangan sosial.
Dampak turunannya, Inflasi akan menyebabkan harga-harga melonjak tinggi, menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan suku bunga, serta meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Korban dari ujung dari realitas ini tak lain adalah rakyat kecil yang semakin terpuruk dan termarjinalkan.
Sungguh, benang merah dari realitas di atas berasal dari karakter sistem ekonomi kapitalisme yang di terapkan saat ini. Karakter dari sistem ekonomi yang memang rentan terhadap terjadinya lonjakan harga, inflasi, dan resesi. Bahkan hal ini akan terjadi secara terus-menerus dan berulang. Karakter yang rusak dan mendasar ini terletak pada pondasi sistem ekonomi kapitalisme yang dibangun dari struktur ekonomi yang semu atau non-riil, bukan ekonomi yang sesungguhnya atau sektor riil.
Pada ranah pondasi inilah solusi kapitalisme selalu menemukan jalan buntu, sehingga Islam sebagai sistem kehidupan/Ideologi memiliki solusi sistemik untuk menyudahi kerusakan pondasi yang sangat mendasar tersebut yang kita kenal dengan sistem ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam solusinya tidaklah parsial. Semua harus diawali dengan menata pembagian kepemilikan ekonomi secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam terbagi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Pembagian kepemilikan ini sangat penting agar tidak terjadi hegemoni ekonomi pencaplokan kepemilikan umum oleh pihak swasta dalam dan luar negeri seperti saat ini, langkanya minyak goreng salah satu contohnya dimana hegemoni dari pihak yang kuat, menindas pihak yang lemah. Belum lagi pencaplokan sektor tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumberdaya air, jalan umum, pelabuhan laut, bandara dan sebagainya oleh pihak swasta, sehingga ekonomi mereka menjadi kuat dan menggurita
Selain pembagian kepemilikan yang tegas dan benar, Sistem Ekonomi Islam akan mengatur pembangunan dan pengembangan yang harus bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil dan bukan sektor ekonomi non riil. Sehingga dengan inilah inflasi, krisis, dan lonjakan harga insya Allah dapat diatasi.
Dari pondasi inilah akan dibangun pilar terakhir dari sistem ekonomi Islam dimana distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, maupun negara diarahkan semata-mata untuk menjamin seluruh kebutuhan asasi (primer) rakyatnya dan dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder, maupun tersiernya. WalLahu a’lam. []