Ikn Tertolak, Mengapa Dipaksakan?

Last Updated: 31 Januari 2022By

By : Haris Abu Muthiah

Assalim.id – Akhirnya pemerintah memutuskan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru yang berpusat di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, segera dimulai tahun ini, seiring disahkannya Undang-undang (UU) IKN yang baru oleh DPR, 18 Januari 2022 lalu. Disinyalir APBN akan digrogoti sebagai modal awa pembangunannya.

Keputusan tersebut menuai reaksi keras dan penolakan dari berbagai pihak. Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika diundangkan pemerintah. Lembaga Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) merilis hasil survey bahwa 61 persen warga menolak IKN dipindahkan.

Alasan ini penulis berkesimpulan bahwa IKN tertolak. Ada tiga alasan penting mengapa pindah IKN tertolak. Pertama, Pemerintah tidak peduli dengan nasib umat.. Lebih mementingkan pindah IKN ketimbang menyelesaikan problem kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya.

Kemiskinan misalnya, BPS merilis data bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2021 sebesar 26,50 juta jiwa atau 9,71 persen, diperkirakan  pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 29,3 juta atau 10,81 persen. Pengangguran, pada Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang. 

Belum lagi dampak luas berbagai sektor terutama ekonomi akibat pandemic COVID-19 yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan,72,6 persen masyarakat Indonesia mengalami penurunan pendapatan rumah tangga pada Februari 2021 dikarenakan imbas dari pandemi COVID-19.

Kedua, lebih mementingkan kepentingan oligarki. Jika alasan pemerintah pindah IKN adalah mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat dan memberi keadilan dan pemerataan pembangunan wilayah Indonesia timur juga alasan tertolak. Faktanya, pertumbuhan ekonomi dan banyaknya uang suatu daerah tidak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat.

DKI Jakarta misalnya, sebelum krisis distribusi PDRB tahun 2019 sebesar 17,5 persen termasuk tertinggi di Indonesia, bahkan uang di Indonesia 89,96 persen berputar di Jakarta, tetapi semua prestasi ini tidak mampu mendorong rakyatnya sejahtera. Buktinya, kemiskinan capai 362,3 ribu jiwa (3,42 persen) dan pengangguran capai 654,6 ribu jiwa (6,2 persen).

Bagaimana dengan Kalimantan Timur, selama 16 tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2022 jumlah investasi yang masuk dalam bentuk PMA bertambah $14,846,964 ribu dan PMDN bertambah hingga Rp162,512,655 juta, tapi penduduk miskin hanya berkurang 55 ribu jiwa, masih ada 243 ribu jiwa penduduk miskin pada tahun 2021.

Anehnya, Kaltim termasuk wilayah yang kaya sumber daya alam (SDA), memiliki minya bumi dan gas bumi yang berlimpah tapi semua itu tidak berkontribusi meningkatkan kesejahteraan rakyat bahkan garis kemiskinan masih sangat tinggi. Sudahlah begitu, selama sebelas tahun (2010-2020) SDA terus dikuras oleh Asing. Minyak bumi anjlok 74,4 persen dan gas bumi 85,1 persen namun semuanya hanya dinikmati oleh para oligarki.

Fakta lainnya, soal pemilihan Penajam Paser Utara (PPU) sebagai lokasi IKN Nusantara tidak ditemukan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Spekulasi tak bisa dihindarkan. Terhadap 256 ribu hektar lahan IKN, misalnya, ternyata dominan dimiliki oleh hanya segelintir elit Jakarta. Meski bentuknya HGU dan merupakan lahan milik negara, tetapi tetap saja perlu kompensasi tertentu bila negara ingin mengambilnya kembali. 

Suplai listrik IKN Nusantara juga demikian. Spekulasi rakyat mengarah kepada kepentingan china di balik keterlibatan China Power pada PLTA Sungai Kayan. Padahal, PLTA ini belum beroperasi. Namun publik tetap saja mengaitkannya, karena Kepala Staf Presiden Moeldoko pernah menyebut PLTA Sungai Kayan adalah salah satu penyuplai listrik IKN.  

Ketiga, Kondisi keuangan negara sekarat. Saat ini, utang pemerintah hingga akhir tahun tembus Rp 6.908,87 triliun dengan rasio utang 41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bunga pembayaran utang sejak 2015 hingga 2022 diperkirakan sebesar Rp 2.174.9 ribu triliun. Kondisi keuangan negara yang ditopang dengan utang ini tentu sangat memberatkan APBN dan berbahaya bagi masa depan negara.

Namun kondisi ini dianggap biasa saja oleh pemerintah. Mentri Keuangan Sri Mulyani berulang kali mengatakan bahwa kenaikan jumlah utang Indonesia di tengah pandemi masih tergolong yang masih aman dibandingkan dengan negara lain. Mereka tidak sadar kalau utang itu memberatkan rakyat. Peruntukannya belum tentu untuk kesejahteraan rakyat. Buktinya pembangunan IKN pakai dana APBN.

Dilansir dari situs IKN yang juga dikutip beberapa media, tertulis pendanaan IKN dari total sekitar Rp466 triliun, sebesar 53,5% menggunakan APBN dan sisanya 46,5% menggunakan dana lain dari skema KPBU, swasta dan BUMN. Jumlah itu meningkat dibandingkan pada tahun 2019 di saat Jokowi mengatakan rencana APBN yang digunakan sebesar 19% (ww.bbc.com/Indonesia,19 Januari 2022).

Penggunaan uang rakyat ini tak sesuai dengan janji Presiden Jokowi sebelumnya. Sebelumnya, Jokowi berkomitmen untuk tidak akan membebani dana APBN. “Artinya anggaran, kita siap menjalankan keputusan ini, tetapi saya sampaikan ke Menkeu (Sri Mulyani) tidak membebankan APBN, cari skema agar APBN tidak terbebani,” kata Jokowi di Istana Negara pada Mei 2019 seperti dikutip Kompas.com, 22 Januari 2022).

Pada titik inilah dapat dipahami bahwa pindah IKN tertolak, selain hanya sekedar menghambur-hamburkan uang rakyat juga karena kepentingan oligarki yang memiskinkan melalui penguasaan aset-aset negara. Lalu mengapa dipaksakan?. Disinilah urgensinya mengapa mesti kembali kepada sistem Islam, yang dengan sistem ekonominya mampu mensejahterakan. Insya Allah, Wallahu a’lam bi ash shawab.