Hgu “Kotak Pandora” Kemiskinan Negeri, Hanya Bisa Ditumpas Dengan Sistem Islam
Agan Salim
Assalim.id l Ulasan Utama
Sepertinya negeri ini tidak habis-habisnya dirundung masalah pelik tak berkesudahan, dari masalah hutang (likuiditas) sampai hutan (SDA). Hal ini terungkap dari ungkapan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md yang mengaku mendapat daftar grup penguasa tanah Hak Guna Usaha (HGU). Menurutnya, setiap grup menguasai lahan hingga ratusan ribu hektare.
Mafhud MD mengatakan, para penguasa itu telah menguasai lahan HGU (hak guna usaha) itu sejak lama, dan mengakui kasus ini sulit diselesaikan, sebab penguasaan dilakukan dengan cara yang sesuai dengan hukum berlaku. (liputan6.com 27/12/20)
Padahal jauh-jauh hari perihal HGU ini telah dipermasalahkan oleh Forest Watch Indonesia (FWI), karena berdasarkan analisa FWI, dari 4,3 juta hektar HGU perkebunan, hanya 2,8 juta hektar dikelola untuk tanaman perkebunan. Ada sekitar 1,5 juta hektar HGU tak digunakan sesuai peruntukan.
Merujuk pada data TuK-Indonesia (Transformasi untuk Keadilan Indonesia) 2019, tak lebih dari 25 korporasi perkebunan sawit menguasai lebih dari 12,3 juta hektare lahan. Jadi jangan kaget kalau data Infid dan Oxfam (2017) menunjukkan, akibat ketimpangan ekstrem ini, empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta warga miskin.
Temuan Global Wealth yang dibuat Credit Suisse (2017) tidak jauh berbeda, mereka menempatkan Indonesia di peringkat ke-4 negara yang kesenjangan ekonominya paling timpang di dunia.
Dalam empat dekade terakhir, rasio Gini kepemilikan lahan di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2013 mencapai 0,68. Artinya, 1 persen penduduk menguasai 68 persen lahan di Indonesia.
Sehingga wajar, kalau banyak pihak yang menolak membuka data HGU, karena data ini ibarat “kotak pandora” yang apabila dibuka bukan hanya membongkar peta pemilik lahan, tapi juga mengganggu tatanan status quo gurita oligarki kapitalisasi agraria dan sumber daya alam yang teramat kotor.
Kalaulah kita telaah lebih mendalam perihal gurita oligarki kapitalisasi agraria dan sumber daya alam diatas, benang merahnya sumber masalahnya adalah penerapan konsep ekonomi Kapitalisme yang dibangun berdasarkan sekularisme dan liberalisme, dimana konsep kepemilikan harta dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah menjunjung tinggi kepemilikan individu, individu diberikan kebebasan mutlak untuk memiliki, menguasai dan mengelola harta kekayaan alam sebebas-bebasnya.
Sehingga tidak ada jalan lain untuk menyudahinya “praktek kotor” tersebut selain merubah konsep ekonomi yang rusak tersebut dengan sistem ekonomi yang bisa menjamin keadilan. Pada point krusial inilah Sistem Ekonomi Islam sangat diperlukan.
Perbedaan diametral konsep kepemilikan harta kapitalisme dengan Islam teramat mendasar. Dari sisi konstruksinya saja, konsep ekonomi Islam dibangun berdasarkan Aqidah Islam, Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas sebagai titik sentral pemikiranya, sehingga dari sana Ekonomi Islam memandang bahwa kepemilikan harta terbagi menjadi tiga rumusan pokok yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara, masing-masing berada pada koridor dan ketentuan yang rigid dan clear sehingga manusia dapat memperoleh kepemilikan harta secara merata.
Ekonomi Islam tidak dapat dibangun dengan mendestruksi nilai-nilai agama (sekularisme) dalam perkara sosial ekonomi, juga tidak memberikan peluang kepada kebebasan kepemilikan mutlak individu, karena mengakibatkan harta terkonsentrasi pada segelintir golongan elit tertentu, hal inilah yang dapat meciptakan distrosi.
Harta kekayaan alam seharusnya dapat mengantarkan manusia kegerbong kemakmuran hakiki yakni mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, hal itu bisa tercapai dengan menerapkan konstruksi konsep kepemilikan harta dalam perspektif ekonomi Islam, karena ekonomi Islam adalah ekonomi ilahiah yang dapat memaduhkan realisasi yang inheren antara kebutuhan spritual dan sosial ekonomi umat manusia dengan baik.
Secara Imani, Output dari penerapan Sistem Ekonomi Islam adalah wujud dari firman Allah SWT di QS. Lukman : 20. “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.”
Maka sesungguhnya menjadi penjelas bahwa seluruh harta kekayaan alam yang telah diciptakan oleh Allah Swt. Dari tidak ada menjadi ada kesemuanya adalah untuk semua umat manusia. Bukan hanya untuk segelintir orang saja seperti saat ini. []