Hentikan Pembelaan Kepada Kapitalisme!
Aliansi Pengusaha Muslim – Tanggal 17 Agustus 2020 nanti usia Republik Indonesia (RI) memasuki 75 tahun. Dan kita tahu dalam keadaan ekonomi yang sedang sakit, resesi.
Baru saja Badan Pusat Statisti (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kita minus 5,32%. Kontraksi terburuk sejak tahun 1999.
Di sisi lain pemerintah mensyukuri hal ini karena kontraksi tidak lebih besar. Ditolaknya lockdown dan diambilnya kebijakan PSBB serta sekarang sudah new normal adalah pemilihan keputusan yang tepat, menurut pemerintah. Padahal keputusan ini berkonsekuensi meningkatnya penderita covid-19.
Sebuah fakta yang menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi dengan membuka berbagai fasilitas umum seolah lebih diprioritaskan dibanding penanganan covid-19. Padahal kurva penderita covid-19 belum melandai dan juga vaksin belum ditemukan.
Indonesia sebagai negara dengan potensi yang besar seolah tak berdaya. Defisit APBN terus melebar. Utang negara terus membesar.
Di momen kemerdekaan RI ini sangat jelas terlihat, negeri dengan potensi besar namun untuk penanganan kesehatan dan juga pemilihan ekonomi terlihat kesulitan.
Secara kondisi ekonomi global, Gubernur Bank Sentral Amerika, Federal Reserve, Jerome Powell dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin memberi gambaran suramnya kehancuran ekonomi akibat pandemi virus corona ini.
Dalam sambutan tertulis, Powell mengatakan, pandemi telah menyebabkan “tingkat rasa sakit yang sulit digambarkan dengan kata-kata.” Ia menambahkan, “Cakupan dan kecepatan penurunan ini belum pernah terjadi pada zaman modern dan jauh lebih buruk daripada resesi sejak Perang Dunia II.”
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kerugian akibat pandemi covid-19 akan mencapai 9 triliun dollar AS pada 2020-2021, atau setara Rp 144.000 triliun (kurs Rp 16.000 per dollar AS).
Di dalam keterangan tertulisnya, Ekonom dan Direktur Riset IMF Gita Gopinath mengatakan, tidak ada satupun negara yang selamat dari krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Untuk memulihkan ekonomi biaya stimulus pun sangat besar. Pemimpin negara Uni Eropa menyepakati anggaran stimulus ekonomi senilai 750 miliar euro atau sekitar Rp12.600 triliun (asumsi kurs Rp16.800 per euro) untuk rencana pemulihan usai dihantam pandemi virus corona.
Sedang AS, meski masih diperdebatkan dengan Partai Demokrat, pemerintahan Trump berencana meluncurkan stimulus baru yang bernilai sekitar US$ 1 triliun setara Rp 14.500 triliun (kurs Rp 14.500).
Sedangkan China menggelontorkan separuhnya yaitu 500 miliar US$.
Secara kesehatan dikutip dari laman Worldometer per Jumat (14/8) total akumulasi kasus secara global mencapai 21.049.455 dengan 752.265 kematian. Kondisi ini adalah sebuah tragedi kemanusian.
Karena itu menurut banyak pengamat baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi, penanganan wabah covid-19 adalah kunci pemulihan ekonomi karena kegiatan ekonomi akan lebih leluasa dilakukan dan akan sendirinya pulih.
Berbagai problem di atas adalah sebuah fakta nyata bahwa hingga saat ini dunia tidak mampu menghentikan covid-19 dan kondisi ekonomi terus memberikan dampak kerusakan lainnya, yaitu pengangguran yang tinggi, PHK, dan juga kemiskinan yang terus bertambah.
Biaya-biaya besar stimulus ini juga berbagai pembelaan kepada kegagalan kapitalisme ini mestinya disudahi. Pembelaan kepada kapitalisme adalah pembenaran terjadinya tragedi kesehatan dan kerusakan ekonomi. Wallahua’lam. []