Hantu Gagal Bayar

Last Updated: 21 Juli 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Pandemi virus corona telah menimbulkan dampak ke berbagai bidang, tidak hanya soal kesehatan. Dari sisi ekonomi misalnya, wabah corona telah membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terpuruk. Di sisi bisnis membuat banyak perusahaan oleng. Tidak saja UMKM tetapi juga korporasi swasta dan BUMN kesulitan keuangan dan pembayaran utang. Inilah fenomena gagal bayar.

Namun demikian sebenarnya gagal bayar korporasi sudah menghantui sejak tahun lalu, yakni 2019. Beberapa lembaga rating internasional sudah menyebut korporasi di Indonesia rentan dengan risiko gagal bayar. Di mulai dari penurunan rating oleh Standard & Poor Global Ratings dan Fitch Ratings terhadap beberapa obligasi korporasi.

Lalu berlanjut pada laporan McKinsey Agustus 2019 yang memaparkan negara-negara Asia, termasuk Indonesia menghadapi peningkatan utang yang tinggi dan berpotensi memicu krisis. Terakhir, riset Moody’s Investor Service September 2019 yang mengatakan bahwa korporasi Indonesia rentan terpapar risiko gagal bayar utang.

Kini seiring pandemi Covid-19 ancaman gagal bayar semakin meluas. Pandemi corona telah menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan likuiditas, terutama dari sisi arus kas yang negatif karena tidak ada lagi pendapatan. Semakin meluasnya fenomena gagal bayar ini tidak bisa dianggap sepele. Risiko kredit atau gagal bayar yang semula berasal dari korporasi bisa berpotensi tereskalasi dan meluas menjadi sistemik.

Ketidakmampuan membayar utang bagi korporasi menyebabkan lembaga pemberi utang (di antaranya perbankan) menanggung risiko. Kredit yang diberikan mengikuti konsep rantai pasokan (value chain) dapat berdampak pada banyak bank di belakangnya. Hal ini karena bank-bank memberikan kredit kepada korporasi yang berbeda tetapi sebenarnya dalam satu mata rantai yang sama satu dengan lainnya.

Ketika ada bagian dari mata rantai terputus maka kredit dalam satu mata rantai tersebut menjadi terganggu. Karena itu risiko gagal bayar bisa menjadi masalah berantai bagi perbankan.

Di sisi lain risiko gagal bayar yang merupakan fakta krisis dunia usaha itu sendiri jelas menghadirkan ancaman lain berupa penutupan aktivitas usaha (pailit), peningkatan pengangguran, dan angka kemiskinan.

Fenomena inilah yang kini melanda Indonesia. Kondisi ini bisa memicu terjadinya krisis finansial. Seperti diungkap pada laporan McKinsey yang menyebutkan kondisi ini bisa memicu terjadinya krisis finansial, seperti pada tahun 1997 dan 2008.

Apakah krisis gagal bayar ini akan berujung pada krisis keuangan dan ekonomi Indonesia tentu memerlukan kajian lebih mendalam. Tapi yang jelas problem gagal bayar dan ancaman yang datang setelahnya tidak mudah bagi Indonesia yang sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan konsep kapitalisme tidak akan pernah lepas pada kondisi sulit. Baik persoalan real problem kemiskinan secara umum maupun kondisi dunia usaha. Wallahua’lam.[] Pujo Nugroho.