George Floyd, Keadilan Dan Kesejahteraan Hanya Dalam Islam
Oleh Pujo Nugroho
ِِِAliansi Pengusaha Muslim – Kematian George Floyd di Amerika Serikat (AS) yang disambut dengan demonstrasi mengungkapkan adanya ketimpangan ekonomi dan layanan kesehatan bukan saja persoalan ras. Seperti yang dimuat katadata.co.id (11/6) bahwa lnequality.org sebuah situs yang fokus mengkaji ketimpangan rasial di AS dalam publikasinya menyatakan ketimpangan kulit putih dan kulit berwarna sangat sistemik. Hal ini berakibat kesenjangan kesejahteraan antara kulit putih dan kulit berwarna secara ekonomi.
Di tengah pandemi covid-19, menurut lnequality, ketimpangan berwujud jumlah kematian yang lebih banyak pada warga kulit hitam daripada warga kulit putih. Angkanya dua kali lipat ketimbang jumlah warga kulit putih yang meninggal. Menurut APM Research Lab, tingginya kematian warga kulit hitam karena mayoritas dari mereka bekerja di sektor informal dan memiliki pekerjaan kasar yang lebih riskan terinfeksi virus corona.
Berbeda dengan warga kulit putih yang memiliki pekerjaan lebih baik dan minim risiko covid-19. Pew Research Center mencatat tingkat warga kulit hitam yang kehilangan pekerjaan selama pandemi juga lebih banyak ketimbang kulit putih. Persentasenya 44% dari seluruh rumah tangga warga kulit hitam di AS kehilangan penghasilan, sementara kulit putih sebanyak 38%. Namun, tingkat pengangguran paling tinggi adalah warga Latin yang mencapai 66% dari total rumah tangganya.
Demikianlah ketimpangan yang terjadi di AS, dedengkot hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Terlihat AS gagal memperlakukan manusia secara adil dan meratakan kesejahteraan.
Ketimpangan di AS yang berujung pada kematian dan kerusakan akibat demonstrasi yang terjadi bertolak belakang dengan berbagai catatan-catatan sejarah mengenai kegemilangan Islam. Dalam Islam layanan kesehatan adalah termasuk layanan dasar yang didahulukan untuk dipenuhi kepada seluruh rakyat di samping kebutuhan sandang.
Semua layanan kesehatan digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka dirawat di kawasan pengembalaan ternak kepunyaan Baitul Mal, di Dzil Jildr arah Quba’. Selama dirawat mereka diberi susu dari peternakan milik Baitul Mal. Demikian pula yang terlihat dari tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.
Banyak institusi layanan kesehatan yang didirikan selama masa Kekhilafan Islam agar kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan gratis terpenuhi. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen.
Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4000 pasien. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien; tampa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama 7 abad. Sekarang rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qolawun.
Terkait santunan lainnya, pada zaman Khalifah Umar bin Khattab r.a. bagi bayi yang baru lahir tanpa membedakan yang lahir secara syar’i atau anak temuan, Umar memberikan tunjangan 100 dirham. Tunjangan meningkat terus hingga menjelang balig menjadi 500 – 600 dirham (500 dirham setara Rp 41 juta, kurs 1 dirham Rp 82 ribu).
Berbagai fasilitas yang bisa diberikan di atas adalah dampak dari konsep distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas). [] pn