Gagal Bayar “Hantu Baru” Di Tengah Resesi

Last Updated: 22 Juli 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Fenomena gagal bayar ditengah resesi ekonomi dunia saat ini semakin mengkhawatirkan, ini layaknya hantu yang muncul di tengah resesi ekonomi. Istilah gagal bayar atau wanprestasi dikenal dan dipergunakan dalam dunia keuangan untuk menggambarkan suatu keadaan di mana seorang debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian utang piutang yang dibuatnya misalnya tidak melakukan pembayaran angsuran ataupun pelunasan pokok utang sesuai dengan kesepakatan.

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings mengungkapkan sejumlah negara dengan risiko gagal bayar utang (default) di tengah resesi saat ini. Dalam catatan Fitch, setidaknya tiga negara telah gagal membayar utangnya tahun ini, yakni Argentina, Ekuador, dan Libanon. Bahkan Fitch Ratings memprediksi jumlahnya akan bertambah lantaran tahun ini baru menginjak Mei.

Temuan itu bukan sesuatu yang mengejutkan, karena sinyalemen ini pernah dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit juga memproyeksikan 17 negara anggota G-20 bakal mengalami resesi tahun ini. (katadata.co.id, 06/06)

Kasus gagal bayar ini tidak hanya dialami oleh negara, tapi juga oleh korporasi, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa hampir 40%, atau sekitar US$ 19 triliun, utang korporasi di negara-negara ekonomi utama dunia terancam mengalami gagal bayar (default). Jumlah itu sekitar Rp 266 ribu triliun (estimasi kurs Rp 14.000/dolar). Sungguh angka yang sangat fantastis abad ini.

Dan yang mengejutkan, negara-negara yang digadang-gadang kuat ekonominya diprediksi masuk dalam negara gagal bayar seperti Amerika Serikat (AS), China, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Spanyol.

Gelombang gagal bayar dari perusahaan-perusahaan Indonesia setali tiga uang. Di antaranya PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akibat korupsi. Ada juga PT Sunprima Nusantara Pembiayaan yang diduga melaporkan piutang fiktif dan gagal membayar utang.

Tak hanya itu, kasus gagal bayar juga menerpa Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (Koperasi Indosurya). Emiten peritel ponsel dan voucher PT Tiphone Mobile Indonesia bk (TELE) bersama dengan empat anak usahanya resmi berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Juga Modernland Realty yang menyampaikan penundaan pembayaran obligasi yang sudah jatuh tempo.

Lalu pertanyaanya, bagaimana relitas bisa terjadi dan sebegitu rapuhkah tatanan sistem ekonomi global saat ini?

Pada skala mikro paling tidak ada dua hal mendasar yang menjadi akar masalahanya. Pertama saat dunia menghadapi “great depression” maka yang terjadi adalah over capacity, yang belanjut over accumulation. Dalam sistem kapitalisme, praktik aktivitas ekonomi selalu mengandalkan sektor

konsumsi, sehingga selalu memproduksi barang melebihi kapasitas sektor riil, alhasil saat “purchasing power” masyarakat turun, maka barang akan berlebih dan tidak dapat terbeli sehingga memicu terjadilah gagal bayar karena bisnisnya dibangun dengan cara berhutang baik dibank maupun bursa saham.

Kedua, migrasi investasi dana dari sektor produktif kesektor finansial, karena dianggap lebih menguntungkan dengan imbal jasa yang lebih menguntungkan ketimbang sektor riil, yang berakibat bangunan ekonomi fundamentalnya rapuh dan akhirnya patah.

Pada skala makro, sistem keuangan dunia yang saat ini mengadopsi ‘The Fed’ dimana Bank International of Settlement hanya menghasilkan debt money bukan free money. Yang dalam prakteknya, sebuah negara atau pemerintahan tidak boleh mencetak uang, tidak boleh memproduksi uang sendiri, yang boleh mencetak uang adalah Bank Central. Akhirnya memaksa pemerintah harus berhutang pada Bank Central dengan bunga yang dikenal dengan obligasi.

Dampak turunanyapun tidak kalah rusaknya, karena setiap uang beredar sebenarnya pemerintah berutang. Jadi, sebenarnya, ini adalah ‘Sistem Keuangannya Berbasis Utang’, dan tentu saja setiap utang pasti ada bunganya. Dan bunga utang harus dibayar, padahal jumlah uang beredar tetap, maka negara akan terus-menerus berutang, dan pihak bisnis yang mendapatkan uang ini, secara natural harus menghasilkan bunga yang lebih tinggi agar bisnisnya bisa survive.

Dari sinilah akar masalah “gagal bayar” atau “default” yang sedang melanda dunia saat ini. Dan realitas ini semua menjelaskan bahwa yang terjadi saat ini bukan sekedar teknis ekonomi semata. Tapi ini adalah kegagalan sistem kuangan yang diadobsi dunia saat ini. Yang sangat kental dengan praktek-praktek Riba (bunga), Gharar (spekulasi), dan Maysir (judi) yang jelas-jelas dilarang dalam islam, bahkan diancam dengan hukuman yang teramat perih oleh Allah SWT.

“Disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk mereka itu siksa neraka yang pedih.” (QS. An Nissa: 161)[] Agan Salim