Utang Meroket, Kesejahteraan Tak Terwujud, Sampai Kapan?

Last Updated: 7 September 2021By

Oleh : M Azzam Al Fatih

Ekonomi merupakan hal penting dalam sebuah negara maupun organisasi. Ibarat tubuh manusia, ekonomi adalah jantungnya yang selalu memompa demi kelancaran nafas kehidupan. Tatkala denyutnya melemah maka berpengaruh terhadap organ tubuh lainya. Jika jantungnya sakit hal yang paling urgen harus segera diobati. Namun jika memang tidak tertolong hal terburuk adalah kematian.

Ekonomi suatu negara tidak sehat manakala keuangannya mengalami krisis. Minim pemasukan namun besar pengeluaran, akhirnya hanya gali lobang tutup lobang, utang ke sana lalu berpindah tempat lainya atau terus menumpuk utang di salah satu tempat. Yang tentunya berdampak buruk terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Ternyata krisis ekonomi yang saya uraikan di atas sedang dialami oleh negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dengan menanggung utang yang cukup tinggi. Bahkan saat ini mengalami kenaikan. Kementrian keuangan mencatat utang negara hingga akhir Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun, naik 0,23% dari bulan sebelumnya Rp 6.554,56 triliun. Namun, posisi utang tersebut bertambah Rp 1.135 triliun atau naik 20,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (Sumber Katadata.co.id tanggal 30 Agustus 2021)i

Kondisi krisis ini pun diakui oleh Presiden Jokowi. Dalam  kesempatan tuan presiden joko Widodo (Jokowi) mengakui kondisi ekonomi Indonesia saat ini tengah terjerat krisis ekonomi akibat pandemi virus corona (covid-19).
Menurutnya, butuh waktu untuk mengeluarkan dan terlepas dari krisis akibat corona ini.

“Seperti juga kondisi dunia pada umumnya, kita masih butuh waktu untuk lepas dari krisis ini,” ucap Jokowi saat acara Kick Off Meeting Pemeriksaan BPK di Istana Negara, Jakarta, Selasa 8 September 2020. ( Di kutip dari pikiran rakyat.com 8 September 2020)

Jauh sebelumnya, Tuan Presiden menyampaikan prihal kondisi krisis ekonomi. Dia menyinggung soal sense of crisis dalam sebuah video sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020. Jokowi mengaku kecewa soal penanganan wabah Covid-19 dan meminta semua pihak untuk memiliki sensibilitas yang sama dalam menghadapi krisis.

“Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progres yang signifikan. Nggak ada,” ujarnya seperti dikutip akun YouTube Setpres, Minggu (28/6/2020).

Demikianlah kondisi ekonomi negeri Indonesia yang telah terjebak utang riba dengan nilai tinggi. Tatkala dibayar, bayi baru lahir pun harus menanggung utang.  Anehnya utang sebesar tersebut tidak dapat menyejahterakan rakyatnya. Hal ini  terlihat dari angka kemiskinan yang masih tergolong tinggi, yakni mencapai 27,54 juta jiwa per Maret 2021. Sebagaimana dilansir cnnindonesia.com. tanggal 15 Juli 2021.

Sungguh miris, melihat kondisi negeri yang melimpah dengan sumber daya alam namun menanggung utang besar serta tidak terwujud kesejahteraan bagi rakyatnya. Lalu, utang sebesar itu kemana? Kekayaan yang melimpah juga kemana? 

Tentu saja, utang tersebut larinya tidak jelas. Bisa untuk bangun struktur, bantuan sosial, atau malah dikorupsi.  Hal ini karena penguasa tidak transparan dalam mengambil utang dan mengalokasikannya. Selain itu, jelas utang riba yang dipinjam dari negara lain seperti Cina, Amerika, dan negara lainya menjadi lubang kematian ekonomi. Karena sesungguhnya utang riba yang ditawarkan asing adalah jebakan Kapitalisme untuk mencengkeram negeri muslim.

Sedangkan sumber daya alam yang dimiliki telah dikuasai kaum Kapitalis. Berkedok kerjasama investasi menjadi senjata ampuh mengelabuhi rakyat kecil, tentunya juga karena adanya para Pengkhianat yang mencium ketiak para cukong demi kepentingan pribadi.

Maka jelas utang riba dan investasi adalah alat para kaum Kapitalis dalam mencengkeram negeri-negeri muslim termasuk Indonesia. Oleh karena itu selama sistem Kapitalisme masih mencengkeram bahkan dipuja dan dipertahankan oleh pribumi utang terus meroket dan kesejahteraan rakyat tidak terwujud. Karena semua hanya untuk kaum penjajah yakni para kapitalis.

Maka, jika indonesia dan negeri – negeri muslim lainya terlepas dari jebakan utang riba serta terwujudnya kesejahteraan. Tidak ada jalan kecuali membuang sistem Kapitalisme dan berganti dengan sistem Islam yang Allah SWT  ridhoi. Sistem yang hanya menerapkan hukum dari pencipta yakni Al Qur’an, As-sunah, ijma’ sahabat, dan qiyas. Yang mana, hukum tersebut mengetahui kelebihan dan kelemahan manusia. Maka wajar, jika hukum tersebut diterapkan dalam sistem Islam yakni Daulah khilafah Islamiyyah dapat mewujudkan kehidupan yang menyejahterakan dan membahagiakan seluruh umat manusia. Wallahua’lam bishowwab.