“Tolak Produk Asing”, Bener Nih?

Last Updated: 10 Maret 2021By

© Hamdan Dahyar Simabua

Pernyataan kontradiksi Jokowi dalam pidatonya saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2021 pada Kamis (4/3/2021) lalu viral dan membuat riuh dunia maya.

“Ajakan-ajakan untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia harus terus digaungkan, produk-produk dalam negeri. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri, “ kata Jokowi di kutip dari pemberitaan youtube kepresidenan (4/3/2021).

Setelah viral, pembelaan dengan pelurusan makna, terpaksa dilakukan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (Kompas, 6/3/2012). Dan Jokowi menangapi, gitu aja kok rame, setelah dalam pidatonya, gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri (Republika online, 5/3/2021). Sikap Jokowi seperti ini, tidak membuat netizen mundur, malah media asing pun banyak memberi tanggapan miring.(Kompas online, 6/3/2021)

Ajakan ini sebenarnya tepat, jika Program Mobil Nasional Esemka yang diharapkan jadi kebanggaan produk lokal, terlihat wujudnya di jalanan. Sayangnya tidak. Bahkan CNN pun menurunkan berita, “Esemka Telantar Saat Jokowi Gaungkan Benci Produk Asing (05/03/2021).

Ditambah pula kran impor dibuka penuh. Jelang Lebaran, Pemerintah Buka Impor Beras, Gula hingga Daging. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan itu dilakukan demi menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali. (Katadata.co.id, 5/3/2021)

Ajakan Jokowi untuk mencintai produk lokal dan mengaungkan benci produk-produk dari luar negeri ini ibarat maling teriak maling.

Bagaimana Islam menghukumi perdagangan luar negeri ini? Hukum-hukum perdagangan luar negeri tidak ada hubungannya dengan komoditi dan dari mana asal komoditi tersebut, yang dihukumi adalah pelaku bisnisnya. Sebab, hukum-hukum komoditi tersebut mengikuti hukum pemilik komoditinya. Karena itu, hukum yang berlaku untuk pemilik akan berlaku pula untuk komoditi yang dimilikinya.

Hal ini berbeda dengan system kapitalis. Hukum perdagangan luar negeri, menurut Kapitalisme, hanya mengikuti komoditinya dan bukan pemiliknya. Karena itu, komoditi tsb akan diteliti dari mana sumbernya, bukan dari segi pelaku bisnisnya. Sebaliknya, Islam melihatnya berdasarkan pemilik komoditinya, yaitu berdasarkan pelaku bisnisnya, tanpa memperhatikan darimana sumber yang menghasilkannya.

Hukum syariah hanya akan menilai pelaku bisnisnya, apakah Muslim ataupun Ahlu Dzimmah (kafir yang tinggal di Negeri Muslim, memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin dan membayar pajak /jizyah), apakah Kafir Muahid (Kafir yang memiliki perjanjian (terikat perjanjian damai, perjanjian dagang atau selainnya) dengan kaum Muslimin yang berada atau bertugas di negeri kaum Muslimin dan tidak boleh disakiti, selama mereka menjalankan kewajiban dan perjanjiannya) atau apakah Kafir Harbi (Kafir yang memerangi kaum muslim dan halal darahnya ditumpahi).

Muslim dan kafir dzimmi boleh memasukkan komoditi kedalam negeri apapun jenis komoditinya.

Kafir Muahid dalam perdagangan luar negeri, akan diperlakukan sesuai dengan naskah perjanjian yang disepakati dengan mereka, hanya saja kafir muahid tidak boleh membeli senjata dari negeri Islam.

Adapun Kafir Harbi, terutama mereka yang jelas-jelas memerangi kaum Muslim, maka melakukan perdagangan dengan mereka hukumnya haram.

Tegas Allah jelaskan dalam TQS al- Maidah [5] : 2, ”Tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketaqwaan”

Dalam Islam, dari segi pengelolaan produksi, maka berlaku hukum jual beli dan perdagangan luar negeri, yang didalamnya dilarang adanya unsur penipuan, trik yang keji, penimbunan dan juga dilarang adanya unsur pematokan harga.

Dengan demikian umat akan tetap mendapatkan barang yang berkualitas dan harga bersaing.
Sehingga tidak perlu seperti maling teriak maling, ketika hukum Islam yang diberlakukan.

Cukup ciptakan ketenangan dalam berusaha dan memberikan ruang buat Pengusaha untuk selalu melakukan inovasi pengembangan produk terbaik dan harga terjangkau oleh umat. Serta umat terhindar dari transaksi yang memperkaya Kafir Harbi.