Pengusaha Muslim Benteng Keselamatan

Last Updated: 7 Juni 2020By

Oleh Muhammad Bakri

Aliansi Pengusaha Muslim – Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda negara-negara kapitalis hari ini, kita bisa menyaksikan adanya ‘trade off’ kebijakan negara, dari kebijakan memitigasi kesehatan masyarakat akibat Covid-19 kepada penyelamatan ekonomi, hal ini semakin menunjukan watak asli sistem kapitalisme. Penyelamatan ekonomi yang dimaksud di sini adalah kebijakan menumbuhkan kembali ‘ekspektasi’ para investor pasca-kebijakan PSBB.

Hampir di semua kegiatan ekonomi dalam masyarakat kapitalis berbasiskan sektor ‘non riil’ (investasi di sektor keuangan). Meskipun ada istilah ‘investasi’ tetapi realitanya modal yang masuk ke ‘pasar modal’ umumnya tumbuh melebihi kapasitas perusahaan sehingga untuk itu modal yang sudah dihimpun oleh perusahaan digunakan untuk ekspansi perusahaan di sektor keuangan.

‘Capital flight’ acapkali terjadi di mana modal bergerak sangat dinamis atau “mengambang bebas” untuk keluar (capital outflow) dan masuk (capital inflow) di suatu negara. Inilah yang kemudian membuat sektor non riil bisa dikatakan sebagai “biang” yang memicu gelombang krisis moneter. Itu juga yang terjadi di saat pandemi saat ini.

Di sinilah urgensi keberadaan para pengusaha yang bergerak di sektor riil. Pengusaha yang bergerak di sektor riil justru adalah penyumbang PDB terbesar, rakyat kebanyakan yang bergerak di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Pengusaha yang menjadi ujung tombak perekonomian negeri. Pengusaha yang “berdarah-darah” menanggung dampak dari kebijakan ekonomi yang justru pro kapitalis.

Di tengah iklim ekonomi liberalisme saat ini, telah banyak melahirkan pengusaha yang hanya berpikiran spekulatif, menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan ‘etika’ dan kemaslahatan masyarakat luas. Bahkan sangat sering dijumpai para pengusaha yang berperilaku manipulatif, destruktif dan “masa bodoh” yang penting dirinya bisa untung besar.

Semua hal diatas hanyalah “problem akibat” berupa terjadinya kerusakan kehidupan yang multi dimensi. Jika kita melihat semua ini jelaslah bahwa “problem sebab”-nya adalah falsafah ekonomi kapitalisme yakni menyerahkan kehidupan ekonomi pada “keserakahan” para pemilik modal atau yang mereka sebut “invisible hand” di dalam sistem mekanisme pasar.

Melihat uraian singkat di atas, maka sangat dibutuhkan para pengusaha yang bukan hanya berpikiran sempit yakni ‘profit oriented’ dan komersial semata, tetapi haruslah pengusaha yang terlibat aktif dalam perjuangan menyadarkan ummat dari bahaya kapitalisme di atas, itulah pengusaha muslim!

Pengusaha muslim adalah ‘muslim pengusaha’, dengan sendirinya melekat kewajiban muslim untuk melakukan apa yang disebut agama dengan “amar makruf nahi mungkar”. Selain itu pengusaha muslim juga terikat pada hukum-hukum khusus mengenai ‘perbuatan’ -nya sebagai seorang muslim pengusaha yang telah diatur dalam syari’at Islam.

Sebagaimana Imam at Tirmidzi telah meriwayatkan bahwa Khalifah Umar memerintahkan, “Tidak boleh berjualan di pasar kita kecuali orang yang memiliki pemahaman (fiqih) dalam urusan agama”

Menjadi pengusaha muslim di zaman yang serba ‘ribawi’ saat ini bukan hal yang enteng, karena harus terikat dengan hukum Allah SWT semisal tidak riba dan tidak bermu’amalah yang ‘haram’, tetapi yakinlah bahwa dengan menjadi pengusaha yang taat pada Allah SWT dengan turut berjuang mengubah kondisi bathil agar diganti dengan sistem Islam adalah sebaik-baik usaha atau amal ibadah.

“Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usaha/amal ibadahnya, hidup dalam surga yang tinggi”. (QS. Al-Ghasyiyah: 8-10)

MasyaAllah, dengan menjadi pengusaha muslim pejuang Islam kaffah, bukan hanya sekedar menjadi benteng ekonomi bagi negeri, tetapi jauh lebih mulia lagi karena berjuang menghadirkan ‘junnah’ (perisai) yang hakiki bagi peradaban ummat manusia yakni ‘Sistem Islam’. Hal inilah yang akan mengantarkan para pengusaha muslim pada kebaikan hidup di dunia dan akhirat, “fiddunya Hasanah wafil akhirati Hasanah”. Allahuakbar!!! Wallahua’lam []