
Nafsiah Assalim.id
Oleh: Pujo Nugroho
Assalim.id – Sebenarnya apa yang akan dibicarakan pada tulisan ini bukan benar-benar fresh. Kejadiannya sudah berlangsung beberapa bulan lalu, tepatnya bulan 9 Mei 2022 lalu.
Kita benar-benar hidup di era modern dan tanpa batas antar-negara. Karena itu apa yang terjadi pada detik ini akan ditanggapi publik secara luas dari pelbagai penjuru dunia.
Demikian pula perang Rusia vs. Ukraina yang terjadi akhir-akhir ini. Invasi Rusia ke Ukraina ini diiringi berbagai perdebatan di sosial media. Pendukung Rusia beradu argumen dengan pendukung Ukraina. Tentu perdebatan ini tidak sebatas warga masing-masing negara tersebut tetapi secara luas. Salah satunya perseteruan Elon Musk dengan beberapa pejabat Rusia. Salah satunya Dmitry Olegovich Rogozin, Kepala Industri Luar Angkasa Rusia, Roscosmos.
Rozogin menuding Elon Musk telah membantu para pejuang Ukraina lewat layanan internetnya, Starlink. Saling lempar tweet pun tak terhindarkan antara Musk dan Rozigin. Elon merasa dirinya diancam keselematannya. Hingga akhirnya Elon Musk melalui akunnya @elonmusk mentweet yang kurang lebih terjemahannya sebagai berikut.
“Jika saya mati secara misterius, maka senang sudah mengenal kalian semua,” demikian cuit Elon Musk.
Tweet ini ternyata mendapat respon yang sangat luas. Bukan saja dari Rozigin tapi publik secara luas. Salah seorang public figure yang turut berkomentar, dan juga kemudian mendapat tanggapan sangat luas, adalah Muhammad Almisehal (@almisehal). Seseorang yang nampaknya warga negara Arab Saudi dengan akun centang biru yang memiliki follower yang banyak.
Dalam cuitannya Almisehal secara halus menasihati Elon Musk untuk tidak perlu khawatir dengan kematian karena semuanya telah ditentukan waktu dan caranya oleh Tuhan. Sebuah cuitan yang sarat kandungan keimanan.
“Kamu tidak akan mati sebelum waktumu tiba Elon. Saya penasaran akan satu hal: sebagai seorang jenius, sudahkah kamu tahu bahwa ada pencipta agung atas alam semesta? Jika sudah, pastikan kamu mengakuinya sebelum detak jantung penghabisan. Bless U,” demikian cuitan tersebut (diterjemahkan).
Elon Musk pun segera membalas cuitan baik tersebut.
“Terima kasih untuk berkatnya. Tetapi aku tak masalah masuk neraka, jika itu memang nasib saya, karena mayoritas manusia yang pernah dilahirkan akan berada di neraka,” cuit Elon Musk.
Balas-balasan tweet dua figur inipun memantik ketertarikan publik sangat luas di jagat Twitter. Pembicaraan seputar filosofi tujuan hidup pun tak terelakkan, seputar agama, apakah Pencipta itu ada, adakah surga-neraka, apakah masuk neraka oke saja tak masalah, dst. Warga Twitter terlibat pembicaraan tersebut dan beradu argumen. Ada yang ateis vs. yang beragama dan antara yang beragama pun saling berdebat.
Almishal pun menutup pembicaraan tersebut dengan bijak.
“Tugas saya adalah menasihati Anda, bukan untuk mengubah tujuan Anda Elon. Juga, sesuai tugasku, aku akan tetap mendoakan yang terbaik untukmu. Good luck you Goodman,” demikian jika diterjemahkan.
Elon Musk, sebagaimana kita ketahui semua adalah manusia terkaya sejagad era sekarang. Kekayaannya telah mengalahkan Bill Gates, Jeff Bezos, dan Mark Zuckerberg tokoh-tokoh puncak manusia terkaya. Melalui bisnis satelitnya Starlink, mobil listrik Tesla, bisnis wisata luar angkasa Spice X, dan lainnya kekayaannya dikabarkan mencapai US$ USD 270 miliar atau sekitar Rp3.872 triliun (cnbcindonesia.co.id, 22/4/2022).
Dengan jumlah harta kekayaan yang dimilikinya saat ini, Musk merupakan orang pertama di sejarah modern yang memiliki pundi-pundi lebih dari US$ 200 miliar. Bahkan dirinya digadang-gadang dapat menjadi orang pertama di sejarah modern yang mencetak rekor dengan memiliki harta kekayaan di atas US$ 300 miliar.
Elon Musk juga sempat membuat heboh dengan rencananya mengakuisisi Twitter senilai US$ 44 miliar (-/+ senilai Rp 639 triliun) meski akhirnya ia batalkan.
Melihat begitu besarnya kekayaannya dan berbagai pandangannya tentang kehidupan (tujuan kehidupan dan keberadaan Pencipta) tentu pandangan Elon Musk yang terwakili melalui cuitannya di atas adalah sebuah ironi. Tapi sebenarnya hal ini bukanlah keanehan. Kita melihat fakta bahwa kekayaan dan intelektualistas tidak menjamin seseorang untuk beriman.
Hubungan kekayaan yang pundi-pundinya seolah unlimited tetapi tidak mau beriman beberapa kali disebutkan di dalam Alquran. Setidaknya ada tiga ayat yang hampir mirip membicarkan hal tersebut.
“Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (TQS Ar Ra’d: 18)
“Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” (TQS al Zumar: 47)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali Imran: 91).
Tidak saja Elon Musk, jikapun ada manusja yang kekayaannya senilai kekayaan seluruh bumi dan semisalnya lagi namun tidak beriman tidak akan bermanfaat kekayaan tersebut. Kesempatan beriman yang diberikan Allah Ta’ala ketika kehidupan di dunia yang ia abaikan membuat ia berakhir di tempat paling buruk, neraka Jahannam!
Di tiga ayat di atas juga disebutkan bahwa kekayaan telah seolah dicobakan oleh pemiliknya sebagai alat penebus dirinya dari siksa neraka. Itu pun jika dia berhasil membawa seluruh hartanya ke akhirat.
Demikianlah harta kekayaan dari sudut pandang manusia, sifatnya dianggap mampu membeli. Membeli apa saja. Namun sayang tidak akan berlaku kalau sudah di akhirat. Dengan demikian benarlah bahwa hidayah itu amat mahal. Kekayaan yang segitu banyaknya, tidak bermanfaat karena menolak hidayah.
Andaikan saja kekayaan tersebut digunakan sebagai penebus ketika masih hidup di dunia tentu akan sangat bermanfaat. Katakanlah ia belanjakan untuk berburu ilmu sepuasnya, mencari hidayah, mencari kebenaran sejati yang kemudian dia menemukan makna kehidupan dan berujung kepada keimanan kepada Allah ini tentu bermanfaat.
Secara tidak langsung Allah menjelaskan bahwa di kehidupan akhirat karakter harta sebagai penebus dan alat tukar sudah hilang tak ada gunanya. Mau sebanyak apapun itu.
Mungkin demikianlah yang dirasakan Almisehal yang menyayangkan dengan kecerdasan yang dimiliki Elon Musk namun tidak membuatnya beriman.
Padahal kekafiran adalah puncak keburukan. Kekafiran adalah sikap menolak kedudukan Allah sebagai al Khaliq, Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai Nabi, Alquran sebagai wahyu dari Allah, keberadaan malaikat, hari akhir, dan qadla walqadar. Pengingkaran ini adalah bentuk keburukan dan tidak ada lagi yang lebih buruk dari ini.
Allah menjelaskan di berbagai ayat-Nya bahwa manusia yang kafir adalah makhluk terburuk yang pernah ada.
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (TQS al Anfal: 22).
Yang dimaksud di ayat ini adalah manusia yang tidak beriman. Hal ini ditegaskan Alquran pada ayat yang lain di surah yang sama.
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (TQS al Anfal: 55).
Di surah Albayyinah Allah juga menegaskan bahwa orang-orang kafir adalah seburuk-buruk makhluk.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (TQS Al-Bayyinah: 6).
Kekayaan boleh unlimited, tapi statusnya makhluk yang buruk, sungguh sayang sekali.
Wallahua’lam.[]