
ELITE PARTAI REBUTAN KUASA, OLIGARKI PESTA PORA, RAKYAT KIAN MERANA
Agan Salim
Wacana penundaan Pemilu 2024 belakangan hangat di media, tujuannya dikemas mulia agar fokus memperbaiki ekonomi negara. Namun publik sudah maklum bahwa ini hanyalah akal-akalan semata. Banyak pengamat dan tokoh angkat bicara bahwa wacana yang digulirkan elite partai bukanlah demi maslahat publik, melainkan demi memperpanjang masa jabatan yang menguntungkan mereka dan para kroninya.
Elit partai dan penguasa seperti lupa bahwa karena regulasi yang mereka buatlah negeri ini kehilangan ratusan bahkan ribuan triliun dari potensi sumber daya alam yang begitu melimpah di negeri ini. Ambil saja contoh nyata bagaimana elit penguasa mengobral bijih nikel, menetapkan harga hanya sekitar seperempat dari harga nikel dunia. Tak pelak lagi, oligarki asing dan aseng berbondong-bondong datang. Investasi yang dibuat seolah-olah jumbo sehingga dapat fasilitas bebas pajak (tax holiday), memperoleh tax allowance, investment allowance, dan super deduction tax.
Negara hanya dapat upah “kuli” dan pembayaran sewa tanah ala kadarnya. Nelangsanya lagi, alih-alih anak negeri ini mendapatkan pekerjaan dari maraknya investasi, fakta di lapangan menunjukan sudah ratusan ribu pekerja asing yang didatangkan dari negerinya sendiri. Belum lagi upahnya yang jauh dari upah tenaga kerja lokal yang berkisar Rp15 juta sampai Rp50 juta. Tenaga ahlikah mereka? Kebanyakan bukan, kebanyakan lulusan SLTA atau lebih rendah. Ada sopir forklift, sopir alat berat, satpam, tenaga statistik, petugas asrama, dan banyak lagi.
Belum lagi tak berdaya para elit penguasa akan melonjaknya harga kebutuhan rumah tangga dan UMKM seperti kedelai, daging sapi, gas elpiji bahkan minyak goreng yang saat ini mahal dan langka diberbagai daerah. Sungguh nelangsa rakyat negeri ini yang merupakan produsen CPO terbesar dunia ini yang penguasa dan elitnya seperti tak berdaya dan kuasa didepan para pengusaha sawit, padahal sepanjang Januari sampai September 2017, lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 triliun Lima perusahaan sawit itu terdiri dari Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC).
Sungguh realitas di atas hanya akan membuat kita rindu dengan sistem Islam. Dalam Islam negara sebagai pelaksana syariat secara sempurna terdepan mengambil peran untuk menghilangkan penderitaan umat. Penyediaan pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan, lapangan kerja kepada umat tidak didasarkan pada kepentingan ekonomi, melainkan murni pemenuhan hak-hak umat yang telah disyariatkan. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar umat seperti sandang, pangan dan papan yang menjadi hak dasar untuk hidup akan dijamin oleh negeri lewat instrumen Baitul mal yang salah satu sumbernya dari kemampuan negara dalam mengelola kekayaan dan harta kepemilikan umat.
Sungguh sejatinya hanya kepada Islam sajalah kita berhadap ada solusi paripurna dunia akhirat akan kerusakan yang sekarang terjadi. Ibnu Qatadah pernah mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumullah, “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang, dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.” Wallahu a’lam bish-shawab[]