Ekonomi Suram Di Ambang Resesi

Last Updated: 3 Juli 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Sulitnya mengelola negara dalam kondisi “pandemi Covid-19” saat ini. Sejatinya, ekonomi Indonesia sebelum pandemi tidak sedang baik-baik saja. Ibarat petinju yang sudah “oleng” dikasih “dopping” supaya kelihatan sehat. Begitulah ekonom senior DR. Rizal Ramli menggambarkan situasi suram perekonomian Indonesia.

Suramnya perekonomian Indonesia tersebut didasarkan pada besarnya utang BUMN yang juga merupakan utang negara. Menurut Rizal Ramli, jika bond 10 tahun dengan yield 2 persen, itu artinya beban utang negara semakin bertambah. “Cara bayarnya naikin harga-harga, naikin potong subsidi dan sebagainya” tuturnya. (politik.rmol.id, 22/6/2020).

Apalagi saat ini, perekonomian Indonesia sedang diterpa pandemi (Covid-19) yang berkepanjangan. Kehadiran pandemi di tengah kondisi suram perekonomian nasional, laksana menjadi trigger yang akan mempercepat perekonomian Indonesia memasuki zona resesi.

Menkeu Sri Mulyani pada April lalu (14/4), menyampaikan kekhawatirannya mengenai kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Menurutnya jika pertumbuhan ekonomi Indonesia terus negatif di kuartal kedua, maka perekonomian nasional akan memasuki zona resesi (finance.detik.com, 14/4/2020).

Seakan menjawab kekhawatiran mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua ini mengalami kemerosotan. Kementerian Keuangan merilis angka negatif 3,8 persen. Badan Pusat Statistik minus 4,6 persen, Kementerian PPN dan BAPPENAS lebih dalam ke minus 5 persen, mendekati negatif 6 persen (kompas.tv, 23/6/2020).

Kalau demikian adanya, maka resesi ekonom hampir dipastikan akan melanda Indonesia. Karena, berturut-turut selama dua kuartal pertumbuhan ekonomi, yang dilihat dari angka PDB, kuat dugaan akan bertumbuh negatif.

Perlu dicatat penyumbang utama PDB Indonesia adalah sektor konsumsi. Lemahnya daya beli masyarakat disaat pandemi disebut-sebut sebagai menyumbang angka pertumbuhan yang negatif di sektor ini. Dugaan kuat tersebut didasarkan juga dari rendahnya angka inflasi yakni 0,07 persen (m-t-m). Itu artinya sektor riil yang menjadi andalan PDB Indonesia betul-betul terpukul.

Konsumsi yang lemah tersebut telah berdampak luas pada terjadinya arus PHK massal, banyak yang keluar dari pasar (tutup usaha), hingga muaranya berdampak pada penurunan drastis penerimaan negara di sektor pajak. Akibatnya, jurang defisit yang semakin lebar pada APBN tidak bisa terelakkan.

Sepertinya, perang panjang melawan pengangguran dalam sistem ekonomi pasar menjadi sangat paradoks. Mengingat, sistem pasar telah menciptakan persoalan pengangguran. Karena, sebelumnya persoalan “pengangguran” tidak ditemukan pada masyarakat yang bekerja secara ‘tradisional’. (Robert L. Heilbroner).

Jika kondisi di sektor riil sedemikian buruknya, maka dapat dipastikan perekonomian Indonesia ke depan akan mengalami “stagflasi”. Perlahan tapi pasti, seolah tidak tampak, bahwa kontraksi ekonomi sedang bergerak merosot hingga berujung pada krisis yang berkepanjangan.

Suramnya perekonomian Indonesia di bawah sistem ekonomi kapitalisme. Maka, tdak berlebihan jika situasi perekonomian yang suram tersebut adalah akibat bawaan dari diterapkannya sistem ekonomi yang “suram” juga, yakni kapitalisme. Selain itu, ilmu ekonomi sendiri mendapat julukan sebagai “the dismal science” atau ilmu yang suram.

Mau tidak mau negeri ini harus mencari alternatif sistem. Faktanya, akibat sistem ekonomi yang kapitalistik, telah menyebabkan negeri ini masuk kedalam jurang krisis yang semakin dalam. Sementara, melirik pada sistem ekonomi sosialisme jelas mustahil. Selain batil, fakta bahwa sosialisme telah gagal sejak permulaan ia diterapkan.

Hanya sistem Islam-lah yang terbukti memfungsikan negara sebagai pemakmur rakyatnya. Bukti bahwa sistem Islam dapat memakmurkan rakyat adalah “kepemilikan perorangan” tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang menyangkut kepentingan umum dan menjadi hajat hidup orang banyak.

Sumber-sumber yang dimaksud diatas adalah “kepemilikan umum”. Terkait hal ini, Islam telah mewajibkan negara untuk mengelolanya. Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. (HR Abu Dawud, Ahmad, al-Baihaqi dan Ibn Abi Syaibah)

Jelaslah, benteng terakhir yang dapat menjaga negeri ini dari krisis hanyalah sistem kehidupan yang berasal dari Islam. Sistem yang mewajibkan agar para pemimpin maksimal dalam mengurusi urusan rakyat. Karena, mereka pasti dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

“Imam adalah pemimpin, yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya”. (HR. Al-Bukhari)

Wallahua’lam.[] Muhammad Bakri