EKONOMI KAMUFLASE KAPITALISME

Last Updated: 29 Agustus 2024By

Muhammad Ihsan YS
Direktur Paradigma Institute

Pidato kenegaraan Jokowi 16 agustus 2024 lalu dengan gagahnya melaporkan ekonomi membaik dengan pertumbuhan 5,1% dengan tingkat inflasi 3,1%, Jokowi menuturkan karena kondisi ekonomi global yang masih relatif stagnan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih bertumpu pada permintaan domestik.

Padahal motor pertumbuhan ekonomi nasional masih bergantung pada konsumsi domestik yang ditopang oleh bantuan dan subsidi pemerintah. Artinya ini adalah pertumbuhan semu yang ditopang oleh bantuan bantuan pemerintah kepada rakyat miskin agar terjadi daya beli dari kalangan orang miskin.

Apa yang disampaikan Jokowi seakan kabar gembira yang bahagia. Tapi ternyata ini hanya kamuflase yang mengenaskan. Fakta yang terjadi berbeda, Jokowi hanya memoles kalangan miskin agar bisa membeli namun daya beli sebenarnya sedang jatuh.

Fakta saat ini kalangan menengah saat ini sedang terjun bebas. Jumlah kelas menengah Indonesia semakin jatuh karena tekanan kenaikan harga bahan pangan dan menurunnya pendapatan.

Besarnya tekanan kelas menengah tercermin dari melonjaknya pengeluaran untuk pangan, menurunnya penjualan motor/mobil, meningkatnya pekerja informal di Indonesia, hingga pesimisme mereka melihat ekonomi Indonesia.

Kelas Menengah Dihimpit Lonjakan Bahan Pangan, Data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan porsi pengeluaran untuk groceries atau bahan makanan meningkat dari 13,9% pada Januari 2023 menjadi 27,4% dari total pengeluaran pada Juli 2024.

Kelas menengah tertekan Karena PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 45.762 orang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang Januari hingga 23 Agustus 2024.

Banyak terjadi PHK akibat melemahnya permintaan pasar sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun. ini akibat menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktur masuk ke zona kontraksi.

Adapun beberapa faktor yang mendukung lemahnya daya beli adalah Judi online dan Pinjol yang semakin marak yang sangat berimplikasi pada daya beli yang sangat menurun.

Deflasi yang tercatat tiga bulan berturut-turut adalah bukti kuat daya beli yang sangat menurun di masyarakat.

Terbukti angka-angka yang disampaikan oleh jokowi pada 16 agustus kemarin ternyata hanyalah polesan-polesan agar ekonomi terlihat cantik padahal fakta yang terjadi jauh dari pertumbuhan.

Pertumbuhan ini terjadi hanya bagi kalangan-kalangan tertentu yang menikmati proyek-proyek pembangunan dan tambang-tambang swasta, tapi tidak berefek bagi masyarakat banyak.

Angka-angka pertumbuhan yang disampaikan tapi tidak menyampaikan fakta isi didalamnya. dimana terjadi kesenjangan dan kemiskinan yang mengerikan dan semakin menganga.

Dalam sistem kapitalis, pertumbuhan ekonomi terutama PDB adalah alat ukur yang sering digunakan untuk kelayakan sebuah negara bertumbuh dan bisa berutang lagi, padahal faktanya alat ukur ini tidaklah layak dijadikan ukuran dengan besarnya perbedaan pendapatan rakyat disebuah negara.

Lihat saja di negeri ini, kekayaan 43.000 orang terkaya di Indonesia (yang mewakili hanya 0,02% dari total penduduk Indonesia) setara dengan 25% PDB Indonesia. Dan kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia setara dengan 10,3% PDB, yang merupakan jumlah yang sama dengan kombinasi harta milik 60 juta orang termiskin di Indonesia (indonesia-investments.com).

Angka-angka ini mengindikasikan konsentrasi kekayaan yang besar untuk kelompok elite yang kecil. Sungguh fakta-fakta di atas menunjukan ada yang salah pada pengelolaan negeri yang subur ini.

Inilah yang terjadi jika negara dikelola dengan cara sistem kapitalis. Negaranya tidak hadir dalam menata ekonomi rakyat, negara mengembalikan semua urusan itu pada ekonomi bebas liberalistik yang mengakibatkan monopolistik para oligarki.

Bahkan terkadang negara, layaknya perusahaan, mencari untung dari rakyatnya. kebutuhan pokok seperti beras, minyak, listrik, gas, air, bbm, pendidikan bahkan kesehatan semua di mainkan agar negara mendapatkan untung.

Prinsip kapitalisme ini menjadikan negara seperti alat penyedot rakyat miskin untuk diniikmati bersama kaum oligarki. Kekayaan alam yang melimpah, dimiliki dan dikeruk oleh negara-negara besar dan swasta melalui berbagai instrumen politik dan ekonomi secara legal.

Akibatnya, negara terjajah ini tak bisa lagi mengandalkan kekayaan alamnya. Sebagai gantinya, negara harus mendapatkan utang luar negeri dengan bunga yang tiada habisnya dan terus membengkak.

Kapitalisme ini harus dihentikan, agar penderitaan umat bisa terhenti. Negara harus berhenti melakukan praktek kapitalis liberal dan negara seharusnya turun kebawah melihat fakta yang terjadi bukan hanya berpatokan pada laporan ekonomi yang non riil.

Negara dalam pandangan Islam berkewajiban memastikan bahwa rakyat mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang riil dalam artian seluruh rakyat merasakan pertumbuhan tersebut secara merata.

Daalam islam negara melarang Riba dimana praktek Riba mulai dari individu hingga negara seharusnya berhenti melakukan tersebut agar ekonomi aman.

Negara memfasilitasi Syirkah, murabahah dan akad Syariah lainnya agar modal benar-benar turun di masyarakat tidak menumpuk di bursa saham yang berputar-putar dikalangan orang kaya saja.

Islam mengatur kepemilikan tanah agar produktivitas tanah bisa maksimal, tidak dikuasai segelintir orang saja hingga tanah itu mati tidak menghasilkan bahan pangan apapun.

Negara mengatur kepemilikan umum seperti tambang emas, nikel, batubara, nikel, minyak, gas bahkan pemilikan air, perkebunan, sumber daya laut dll agar tidak dikuasai segelintir orang.

Setelah kekayaan negara ini berkumpul negara harus memastikan betul distribusi kekayaan ini dinikmati oleh setiap orang. baik itu dalam bentuk sandang, papan, pangan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan agar dinikmati secara cuma-cuma oleh rakyat

Tidak boleh negara menghindari kewajiban ini, misalnya dengan menyerahkan kepada swasta atau pihak lainnya. Pengabaian urusan itu akan menyebabkan penderitaan bagi rakyat seperti yang dialami Indonesia.

Maka, tidak ada jalan lain untuk terbebas dari ketidakberdayaan ini selain memandirikan diri dan terbebas ketimpangan ekonomi, caranya dengan meninggalkan sistem kapitalisme, sekularisme dan liberalisme ini dalam seluruh aspek kehidupan.

Hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan sistem Islam dalam kehidupan bernegara. Melalui sistem ekonomi Islam yang berbeda sama sekali dengan sistem kapitalisme ini, negara bisa mengelola kekayaan milik negara dan umum secara benar dan menerapkan akad-akad ekonomi syariah yang riil didalam masyarakat.