Categories: Ulasan Utama

assalim

Share

Agan Salim I Ulasan Utama

Dinar-Dirham sedang menuai pro kontra dalam beberapa hari terakhir. Hal ini mulai mencuat saat dipermasalahkannya “Pasar Muamalah” di Depok yang dalam aktivitas transaksinya menggunakan Dinar dan Dirhan, padahal pasar muamalah ini sudah berdiri dari tahun 2014.

Mirisnya lagi, aktivitas yang bertujuan untuk mendakwahkan dan mengenalkan umat Islam kepada mata uang berbasis emas dan perak (dinar dan dirham) yang merupakan mata uang dalam Islam ini harus disikapi dengan penangkapan Ustadz Zaim Saidi, pendiri pasar muamalah dinar dirham oleh kepolisian pada selasa malam (2/2/2021).

Kejadian ini terasa sangat kontras dan wajar jadi blunder di jagat media mainstream dan social, pasalnya sebelumnya, Senin 25 Januari 2021 Presiden di Istana Negara Jakarta meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU), dalam sambutannya, Presiden yang juga bertindak selaku Ketua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan menjelaskan bahwa ini adalah salah satu pengembangan dan pengelolaan lembaga keuangan syariah. Sedangkan Dinar dan Dirhan adalah sesuatu yang tidak asing lagi dalam sistem ekonomi syariah.

Kalaulah kita amati dengan cermat, sesungguhnya penggunaan Dinar Dirham oleh sebuah komunitas tidak akan terlalu berefek ke sistem keuangan sebuah negara yang berbasis fiat money (uang kertas). Karena dalam konsep ekonomi kapitalisme dikenal teori Gresham’s Law tentang peredaran uang, pertama kali dikenalkan oleh Sir Thomas Gresham, seorang ekonom Inggris diabad ke 16. Teorinya dikenal dengan ungkapan “Bad money drives out good money”.

Menurut Gresham, sekiranya pun ada dua jenis mata uang yang beredar, manusia akan cenderung menggunakan bad money sebagai alat tukar, dan lebih suka menjadikan good money sebagai investasi dan simpanan dari ketidakpastian ekonomi masa depan.

Hal ini terjadi karena faktanya, bad money itu adalah mata uang yang tidak bisa menyimpan nilai. Nilainya selalu jatuh, termakan dengan inflasi. Contohnya, uang kertas yang menurut para ekonom, sejak 115 tahun silam penggunaannya telah kehilangan 80% daya belinya. Sedangkan Good Money adalah mata uang yang bisa menyimpan nilai, tahan banting dengan inflasi. Emas, sejak 2000 tahun silam penggunaannya nilainya sekali lagi tahan banting.

Data historis juga membuktikan, emas dan perak merupakan alat tukar yang bernilai paling stabil yang pernah dikenal dunia. Peradaban Islam sepanjang era keemasan berabad-abad lamanya menjelma kekuatan perekonomian dunia. Tak heran jika pada masa itu, kekhalifahan Islam sudah memiliki mata uang sendiri bernama dirham (koin perak) dan dinar (koin emas). Dengan menggunakan keduanya, perekonomian di Dunia Islam tumbuh begitu pesat.

Para peneliti sejarah Dirham MSM Syaifullah, Abdullah David, dan Muhammad Ghoniem dalam tulisannya berjudul “DIRHAM IN THE TIME OF JOSEPH” menemukan fakta bahwa perak sebagai alat tukar sudah digunakan pada zaman Nabi Yusuf AS (mesir kuno). Hal juga diungkapkan dalam Alquran, surat Yusuf ayat 20. Dalam surat itu tercantum kata “darahima ma’dudatin” (beberapa keping perak). Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yakni beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf,” (Alquran, surat 12:20). Hal ini jauh berbeda 180 derajat dengan realitasnya penggunaan fiat money sebagai mata uang tidak akan pernah stabil.

Hal ini pernah diulas dengan sangat telanjang Ahamad Kameel Mydin Meera dalam bukunya “The Theft of Nations (2004)”. Dimana Fiat money (uang kertas) secara nyata telah memberikan “saham” pada instabilitas perekonomian suatu negara bahkan dunia secara kontinue dan bersifat destruktif. Alasan mendasar ketidakstabilan karena sistem ekonomi kapitalisme penggunaan mata uang kertas (fiat money), persyaratan cadangan wajib (fractional reserve reqirement) dan berlakunya sistem bunga (interest), ketiganya membentuk pilar setan (Three Pillars of Evil) yang mengancam kestabilan sistem ekonomi dunia.

Sehingga wajar jika gagasan penggunaan mata uang emas dalam ekonomi negara pernah disuarakan oleh Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad dalam Islamic Summit di Malaysia 2019 yang menginginkan negara-negara Islam mengganti dolar dengan emas dinar sebagai alat transaksi pembayaran. “Saya telah menyarankan untuk melihat kembali ide transaksi perdagangan menggunakan emas dinar dan sistem barter di antara kita (negara-negara Muslim)” kata Mahathir sebagaimana dilansir REUTERS.

Dari realitas diatas, telihat jelas bahwa inilah wajah sistem kapitalisme sekuler yang sedang diterapkan dinegeri ini. Dimana semua gagasan solusi dari Islam, baik itu terkait teknis ekonomi dan kerangka kerja (framework) sistemnya ditebang pilih sesuai asas manfaat dan hawa nafsu belaka. Bagaimana sikap paradoks yang diperlihatkan dimana gagasan Dinar Dirham dikebiri, sedangkan Wakaf uang dinanti.

Jadi kalaulah ada yang paling khawatir dengan berkembangnya penggunaan Dinar Dirham, maka mereka adalah kaki tangan sistem ekonomi dan bisnis yang berbasis hutang piutang ribawi. Karena bagi mereka money is credit, bunga adalah nyawanya, dan fiat money adalah kaki tangannya. Dan mereka sadar bahwa semua yang mereka benamkan dinegeri-negeri muslim akan lenyap manakala sistem shohih ekonomi Islam dengan perangkat sistem politiknya diterapkan. []

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts