Di Balik Merebaknya Mural Terdapat Moral Yang Hilang
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 72
Oleh: M Azzam Al Fatih
Assalim.id – Mural adalah seni gambar lukisan di dinding yang biasa terpampang pada tembok jembatan. Di Indonesia, mural biasa dilakukan oleh para remaja. Mereka mengekspresikan suka, duka, maupun harapan melalui seni tersebut. Kali ini, seni mural menjadi populer di tengah masyarakat. Sebab, mural tersebut merebak di sudut kota dan pinggir jalan hampir seluruh kota di Indonesia. Namun, kali ini tidak hanya dilakukan oleh para remaja, melainkan juga para seniman.
Populernya mural di Indonesia diawali dari sebuah mural tentang gambar muka bertuliskan 404: Not Found sekitar bulan Juli – Agustus. Beberapa pihak mengaitkan bahwa mural tersebut dengan Presiden Jokowi. Mural tersebut dibuat seseorang di tembok bawah jembatan layang di Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Berawal dari situlah, akhirnya mural merebak hampir di seluruh kota. Terlebih media sosial yang terus memberikan mural tersebut. Mural-mural tersebut berisi sindiran-sindiran terhadap penguasa. Di antaranya, “Urus saja moralmu, jangan muralku”, “Terus dibatasi tapi tidak diberi nasi”, “Tuhan aku lapar”, ada juga berbunyi “Jangan Takut Tuan-tuan, Ini Cuma Street Art”, dan mural lainya. Mural-mural ini kemudian dihapus oleh pihak tertentu dengan dalih menganggu pemandangan (CNNIndonesia.com. 27/8/2021). Tetapi ada dugaan pula bahwa dihapusnya mural-mural tersebut karena ada yang merasa risih dan terganggu.
Merebaknya mural dihampir seluruh kota disebabkan moral yang hilang pada diri pejabat. Mengapa? Sebab di tengah pandemi yang jelas menyengsarakan rakyat, tidak ada pelayanan yang terbaik. Yang ada justru memberatkan ekonomi rakyat. Kebijakan melakukan pembatasan kegiatan masyarakat dengan melarang penggunaan masjid dan tempat ibadah, membatasi operasional warung makan, dan usaha kecil lainya. Bahkan ada yang ditutup paksa dengan alasan melanggar prokes. Ditambah melakukan aksi demo untuk menyampaikan aspirasi rakyat dilarang.
Lebih ngerinya main ancam dengan penjara tatkala rakyatnya yang melanggar kebijakan. Di sisi lain, tatkala para pejabat yang melanggar kebijakan terkesan aman-aman saja. Nah, yang parah adalah ada beberapa pejabat yang melakukan korupsi tetapi menurut publik dihukum ringan bahkan masa hukuman pun didiskon. Maka, tidak ada pilihan lain bagi rakyat kecil untuk menyampaikan aspirasinya dengan membuat mural, agar apa yang menjadi keluh kesahnya sampai kepada penguasa.
Namun, ternyata hal ini dianggap tidak tepat, yang kemudian dihapus dengan dalih mengganggu pemandangan. Hadech, lalu bagaimana dengan nasib rakyat dan bagaimana pula meri’ayah, jika keluh kesahnya tidak sampai kepada pemimpin? Maka tepatlah bahwa negara saat ini telah kehilangan moral.
Terapi memang demikianlah, demokrasi dalam memberi pelayan publik, yang sama sekali tidak berpihak terhadap rakyat tetapi hanya kepada segelintir orang, yakni kaum Kapitalis. Faktanya di balik kebijakan kaum kapitalis meraup untung. Misalnya, selama masa pandemi mereka meraup untung sekitar 10.47 T yang didapat dari bisnis jasa PCR. Sebagaimana di ungkapkan Indonesia Coruption Watch (liputan6.com).
Maka, sistem demokrasi tidak pantas dijadikan sebagai tata aturan untuk mengurusi rakyat. Dan hanya sistem Islamlah yang pantas untuk mengatur urusan rakyat. Sebab, aturan ini bersumber dari sang pencipta. Yang mana Allah SWT maha tau kelebihan dan kekurangan atas ciptaan.
Apalagi sistem Islam telah teruji selama berabad-abad membawa kemuliaan dan kesejahteraan hidup manusia, serta menjadi mercusuar dunia. Maka pantaslah, sistem Islam untuk kembali memimpin peradaban dunia.
Wallahua’lam bishowwab.[]