Demokrasi, Jalan Para Oligarkh Berkuasa

Last Updated: 3 Desember 2021By

Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 83
Oleh: Pujo Nugroho

Assalim.id – Pengamat politik Indonesia dari Universitas Northwestern Amerika Serikat, Prof. Jeffrey Winters pernah menyatakan Indonesia merupakan negara demokrasi tanpa hukum.

“Indonesia menjadi sampel sebagai negara demokratis tanpa hukum. Sebaliknya, ada juga negara dengan hukum, tetapi tanpa demokrasi, seperti Singapura,” katanya (Kompas.com, 11/8/2011).

Dengan demokrasi tanpa hukum, kata Jeffrey, Indonesia kini dikuasai oligarki. Kekuasaan elite politik yang merasa bisa membeli semuanya dengan uang. Hukum pun tunduk pada orang kuat (Kompas.com, 11/8/2011).

Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan yang mampu mengontrol suatu negara atau organisasi.

Oligarki berasal dari kata Yunani “oligarkhes”, yang berarti “sedikit yang memerintah”.

Semua bentuk pemerintahan, seperti teokrasi dan monarki dapat dikendalikan oleh oligarki. Termasuk demokrasi yang digadang-gadang sebagai sebuah sistem yang terbuka dan melibatkan seluruh rakyat.

Adanya konstitusi atau piagam formatif sejenisnya tidak menghalangi oligarki memegang kendali atas pemerintahan karena oligarki hadir dan merasuk melalui sarana dan jalur resmi demokrasi, seperti partai politik (parpol) dan pemilu. Akan semakin kuat jika berkelindan dengan pegusaha.

Politik dalam demokrasi membutuhkan dana besar karena itu modal dibutuhkan. Di sinilah para pengusaha masuk melalui parpol, memenangi pemilu, menguasai eksekutif, menguasai legislatif. Jalannya roda pemerintahan dikuasai para oligarkh begitupun hukum-hukum yang dilegalisasi di lembaga legislatif. Bisa saja orientasinya adalah memenuhi hasrat oligarkh bukan rakyat. Karena itu para oligarkh model seperti ini adalah para cukong.

Jeffrey Winters dalam Webinar LP3ES (19/8/2021) menyebutkan bahwa penggunaan kekuatan kekayaan oleh oligarki saat ini hanya untuk mempertahankan kekuasaannya yang dipraktikkan bersamaan dengan politik transaksional (Tempo.co, 19/8/2021).

Di dalam melanggengkan kekuasaannya, oligarki melemahkan penanganan korupsi, politik dinasti, politik uang, kooptasi kebebasan akademik, menyempitnya ruang publik dan kebebasan berbicara, serta pengendalian opini melalui buzzer media sosial dan media.

Seperti yang dilansir dari beritasatu.com, (19/8/2021) ekonom senior Faisal Basri memaparkan bangsa ini memang melaksanakan Pemilu atau Pilkada. Namun penentu kemenangan hanya segelintir orang yaitu elit partai atau pengusaha. Dalam ekonomi, kekayaan Indonesia juga hanya dimonopoli oleh segelintir orang. Sebuah indikasi bahwa cengekraman oligarki begitu kuat dan pelakunya adalah pengusaha alias cukong.

Melansir SuaraKampus.com (11/4/2021) Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dijayadi Hanan menyebut salah satu indikator menguatnya oligarki  terlihat dari hadirnya produk hukum dan kebijakan yang didominasi oleh kepentingan elit dan pengusaha. Namun, di sisi lain lembaga yang diisi oleh parpol seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), gagal melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Banyak produk politik yang jauh dari kepentingan umum, seperti Revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba dan matinya mekanisme chack and balance (SuaraKampus.com, 11/4/2021).

Maklum saja politik Indonesia nyaris tanpa oposisi. Parpol penguasa juga berkuasa di parlemen. Jadi legislatif bukannya gagal melihat keinginan rakyat tapi memang linier dengan hasrat eksekutif.

Demikianlah oligarki berkuasa di Indonesia. Dia hadir dan menguasai semua lini melalui parpol, pemilu, yang kemudian duduk di pemerintahan dan lembaga legislatif yang notabene semuanya merupakan produk dan jalur demokrasi.[]