Covid-19 Semakin ‘Ganas’, Penanganan Tak Tentu Arah, Islam Solusinya!
Abu Nabhan
Pandemi virus Covid-19 belum ada tanda-tanda berakhir. Kasus positif terus naik. Hingga 03 Agustus 2021 tidak kurang dari 3,4 juta jiwa. Satu sisi berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah tapi disisi lain dianggap tidak efektif.
Mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan legiatan masyarakat (PPKM) terkesan hanya gonta ganti istilah saja tapi hasilnya kurang signifikan menghentikan laju penyebarn virus yang begitu dasyat.
Alih-alih membatasi kegiatan masyarakat seperti diawal-awal menutup tempat ibadah, bekerja dari rumah, belajar daring, lebaran cukup di rumah, dan lain-lain sebagainya, tapi disisi lain TKA China terus masuk secara bebas melalui bandara Kendari. Bahkan terbaru 450 orang wisatawan India masuk melalui Bandara Soekarno Hatta ketika negara tersebut memiliki kasus virus Delta sangat tinggi.
Alih-alih pedagang kaki lima dipaksa tinggal di rumah sementara biaya bansos yang diberikan kepada mereka sangat minim sekali. Secara hitungan matematika bansos sebesar Rp 300 ribu per bulan untuk kebutuhan sandang dan pangan mana cukup. Belum lagi biaya pendidikan mahal, biaya kesehatan sangat tinggi, biaya listrik dan air yang tak terduga.
Sudahlah tidak efektif tapi biaya penanganan dampak pandemi sangat besar. Berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) anggarannya sudah mencapai Rp1.035,2 triliun. Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Bambang Pamungkas mengatakan, anggaran sebesar itu berasal dari APBN Rp 937,42 triliun, APBD Rp 86,36 triliun, sektor moneter Rp 6,50 triliun, BUMN senilai Rp 4,02 triliun, BUMD sekitar Rp 320 miliar, dan dana hibah dan masyarakat sebesar Rp 625 miliar (republikmerdeka, 13/7/2021).
Sudah segitu banyaknya, nyatanya tidak ada dampaknya terhadap penurunan Covid-19, yang ada malah terus meningkat. Pengamat Ekonomi, Rizal Ramli, mengatakan, hal ini bisa saja terjadi karena mismanajemen kepemimpinan sehingga penanganan jadi tidak terarah. Bisa juga ada pihak-pihak yang justru memanfaatkan pandemi untuk mencari keuntungan pribadi. Artinya, ada pihak yang melakukan korupsi anggaran.
Belum lagi pengelolaan anggaran pandemi tidak efektif. Alih-alih serius menangani Covid-19 tapi pemerintah malah terus melakukan pembangunan beberapa proyek infrastruktur yang masuk di dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Realisasi pendanaan lahan untuk pembangunan PSN hingga 23 Juli 2021 telah mencapai Rp 13,4 triliun (cnbcindonesia.com, 30/7/2021).
Aliran dana paling besar mengalir untuk pembebasan lahan untuk jalan tol mencapai Rp 11,029 triliun. Kemudian, untuk bendungan mencapai Rp 1,7 triliun, selanjutnya Irigasi mencapai Rp 136 miliar.
Direktur Pengadaan dan Pendanaan Lahan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), Qoswara menjelaskan, jika ditotal pendanaan lahan PSN di masa pandemi Covid-19, LMAN telah berhasil melakukan pendanan mencapai Rp 31,24 triliun yang terdiri dari Rp 17,84 triliun di tahun 2020 dan untuk tahun 2021 hingga 23 Juli telah mencapai Rp 13,40 triliun.
Lalu dimana akar masalahnya, mengapa penangangan anggaran pandemi ini tidak efektif? Jawabnya, ini semua berawal dari kesalahan paradigma berpikir dalam melihat suatu permasalahan. Paradigma yang benar akan melahirkan cara berpikir yang benar. Cara berpikir yang benar akan menghasilkan tindskan yang benar.
Mengapa demikian? Karena paradigma itu sangat dipengaruhi pandangan hidup tertentu, apakah itu Sosialisme, Kapitalisme, maupun Islam. Paradigme Kapitalisme misalnya akan memandang Covid-19 ini bukan hanya sekedar sebagai virus yang mematikan tapi yang lebih utama adalah persoalan ekonomi. Sehingga dalam penanganannya lebih mendahulukan penyelamatan APBN, investasi, dan ekonomi ketimbang menyelamatkan manusianya terlebih dahulu.
Lain halnya dengan paradigma Islam yang memandang Covid-19 sebagai pandangan yang menyeluruh. Bahwa pandemi ini adalah musibah yang tidak hanya mempengaruhi ekonomi tapi yang lebih utama kelanjutan masa depan manusia dan peradaban. Karena itu Islam memandang tidak hanya sekedar bagaimana menyelamatkan ekonominya terlebih dahulu tapi yang utama bagaimana menyelamatkan nyawa setiap individu yang hidup dalam suatu negara.
Dalam Islam, begitu mendengar di suatu daerah terkena wabah. Maka daerah tersebut harus dikarantina/lockdown. Kemudian dicarikan solusi agar wabah tersebut segera berakhir. Paling tidak ada dua strategi efektif yang dilakukan untuk menghentikan wabah corona yaitu dengan lockdown dan 3T (trace, test, and treat/lacak, uji dan obati) secara massif.
Namun sayangnya itu tidak dilakukan pemerintah. Mengapa? Ya semua karena berawal dari paradigma penanganan pandemi yang salah. Alih-alih menyelamatkan ekonomi dan berpikir efektivitas dan efisiensi anggaran, justru yang terjadi malah ekonomi kolaps, kemiskinan semakin bertambah, pengangguran tak terhindarkan, utang pun menjadi senjata penyelamatan.
Karena itu tidak ada jalan lain menyelesaikan pandemi yang dasyat ini kecuali kembali kepada sistem Islam. Kapitalisme telah gagal bahkan tidak punya solusi yang jelas. Satu-satunya yang punya solusi adalah Islam. Pilihan orang-orang yang berpikir tentu hanya Islam. Tunggu apa lagi!
Wallahu a’lam bi ash shawab.