Covid 19 Melonjak, Pentingnya Penanganan Wabah Sesuai Syariat Islam
Oleh : M. Azzam Al Fatih
Kasus covid-19 terus melonjak hampir seluruh daerah. Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surabaya adalah kota besar yang menjadi sorotan. Sebab daerah tersebut terjadi pelonjakan tertinggi. Tingginya angka kenaikan pasien covid-19 menyebabkan rumah sakit kehabisan ruang perawatan. Jakarta contohnya, sebuah Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran yang digunakan sebagai tempat isolasi bagi pasien covid-19 telah penuh. Sebagaimana disampaikan oleh Widiastuti selalu kepala Dinas Kesehatan Jakarta pada tanggal 21 Juni 2021.
Diluar rumah sakit pun mengalami pelonjakan yang juga tinggi. Kasus positif dengan penanganan isolasi mandiri, pun terus bertambah. Orang meninggal akibat covid 19 juga terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi masyarakat dalam ancaman virus. Dari data yang diperoleh dari halaman covid 19.go.id, per tanggal 21 Juni 2021, angka positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 2.004.445 jiwa. Untuk angka pasien sembuh sebanyak 1.801.761, dan pasien Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 54.956 jiwa. Di tambah banyaknya nakes yang gugur dalam menjalankan tugas. Sampai saat ini tercatat ada 981 tenaga kesehatan gugur.
Dari kasus lonjakan covid 19, tentu berdampak buruk terhadap faktor ekonomi. Mulai dari masyarakat bawah hingga atas, bahkan ekonomi negara, pun mengalami resesi yang cukup tajam. Perputaran ekonomi yang lambat akibat dari pembatasan jam kerja serta ketakutan warga dengan ancaman penularan virus tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa keuangan negara sedang karut marut, utang terus menanjak hingga mencapai lebih dari 6.000 trilyun. Wacana penarikan pajak sembako, sekolahan, dan bayi lahir merupakan karut marutnya ekonomi negara. Hal ini ditempuh guna menutupi kas negara yang sangat minim. Selain itu pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat rendah. Sebagaimana dikatakan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang mengatakan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 2,3%. Di kutip dari CNN Indonesia.
Dari karut marutnya ekonomi negara, tentu berdampak terhadap ekonomi rakyat. Di tengah pandemi yang seharusnya rakyat dilindungi dan dijaga. Rakyat kecil harus berjibaku dengan ancaman penularan virus Corona demi sesuap nasi. Karena tidak bisa dipungkiri pula, mencari bekal hidup sangat sulit. UMKM-UMKM yang menjadi alternatif usaha bagi rakyat kecil pun gulung tikar. Usaha-usaha jasa seperti travel, ojek, dan angkutan umum pun ikut terkena imbasnya.
Selain berdampak terhadap perekonomian, masa pandemi yang tidak jelas berakhirnya juga berdampak buruk terhadap psikologi rakyat kecil. Hidup was-was dan khawatir akan tertularnya virus menjadi kegundahan setiap hari. Sirine ambulan-ambulan yang terus “menakuti” pasien, pemandangan padatnya pasien rumah sakit, maupun informasi di media juga semakin menambah goncangan kehidupan rakyat kecil.
Demikianlah karut marut akibat dampak masa pandemi yang tidak jelas kapan berakhirnya. Salah satu penyebabnya adalah langkah awal yang salah dalam mengambil kebijakan. Yakni kebijakan yang lebih mementingkan ekonomi daripada nyawa. Padahal jelas, virus Corona mengancam jutaan nyawa rakyat kecil.
Anehnya, kebijakan ekonomi yang disini demi mengamankan kas negara dan para konglomerat. Mengambil kebijakan dengan menetapkan operasional pasar dan bisnis tetap jalan. Pusat pembelanjaan, wisata, bank, dan bisnis transportasi baik dalam maupun luar negeri tetap berjalan. Padahal inilah penyebab utama penyebaran virus Corona.
Demikianlah watak dan ciri khas kapitalisme dalam penanganan virus. Yang hanya mementingkan ekonomi demi keuntungan yang banyak bagi kapitalis. Maka wajar, jika kebijakan demi kebijakan selalu tidak jelas dan tidak adil. Karena dibalik kebijakan yang diberlakukan, tersimpan kepentingan bisnis para kaum kapitalis.
Tentu saja, model penanganan ala kapitalisme tidak sesuai lubuk hati sanubari manusia. Penanganan yang seharusnya dilakukan dalam rangka penyelamatan jutaan rakyat dibuat bisnis demi kepentingan para kapitalis. Akibatnya virus tidak kunjung sirna, bahkan akan terus melonjak tanpa ada penyelesaian.
Demikianlah, jika meninggalkan syari’at Islam dalam mengurusi urusan umat, termasuk dalam penanganan virus covid 19. Segala masalah akan terus muncul dan tidak ada penyelesaian. Covid -19 yang melanda dunia contohnya, wabah ini telah melanda satu tahun lebih, namun tidak kunjung selesai bahkan semakin meningkat.
Maka, jika ingin masa pandemi virus covid 19 segera selesai. Tidak ada jalan lagi kecuali kembali kepada aturan dari Allah SWT.
Islam telah memberikan contoh bagaimana menangani wabah virus yang melanda manusia. Yakni dengan melakukan lockdown, atau berdiam diri serta tidak keluar rumah dengan kebutuhan ekonomi ditanggung oleh negara. Lockdown ini pula suatu yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw.
“Jika kalian mendengar wabah melanda di suatu negeri, maka jangan memasukinya. Dan jika kalian berada diluar daerah itu, jangan untuk lari darinya”. [HR. Bukhori]
Wabah virus Corona yang tersebar melalui interaksi manusia, seperti bersentuhan, berkerumun, dan lewat uap mulut. Maka tidak ada solusi secara tuntas kecuali dengan penghentian aktivitas secara total. Seluruh manusia harus berdiam diri di rumah selama penanganan virus oleh negara dinyatakan selesai dan telah aman.
Sedang negara dalam Islam merupakan pelindung dan pelayan rakyat. Berkewajiban penuh terhadap kondisi rakyatnya, seperti pemenuhan ekonomi selama aktivitas berhenti, memberi pelayanan terhadap pasien terpapar virus. Memantau secara langsung dan memastikan semua keadaan aman. Serta negara memberikan transparanansi data dan APBN.
Negara yang dijalankan dengan sistem Islam akan memaksimalkan kebutuhan pokok dan obat-obatan sekaligus mendistribusikan ke setiap rumah warganya.
Memang tidak dipungkiri, bahwa dalam menyelesaikan virus membutuhkan angaran yang besar. Penduduk Negeri +62 yang terdiri dari Sabang sampai samping Merauke sekitar 271.349.889 jiwa (jumlah penduduk Indonesia 2021). Kemudian jumlah tersebut dikalikan jaminan per kepala, tentu sangat besar. Namun dalam sistem Islam, hitungan tersebut akan menjadi kecil. Sebab dalam Islam, sumber pendapatan Negara sangatlah banyak. Dari kepemilikan individu ada zakat, infak, shodaqoh, serta wakaf. Dari kepemilikan umum seperti sumber daya alam baik yang ada diperut bumi, atas daratan maupun di lautan, sangat lah melimpah. Belum lagi, kekayaan milik negara yang sewaktu-waktu juga dapat digunakan untuk kebutuhan rakyat.
Jika memang kondisi negara dalam keadaan krisis ekonomi, akibat masa pandemi belum sirna juga. Maka setiap warga negara yang memiliki kekayaan lebih akan berkorban demi memberikan sebagian rezekinya. Sebab, dalam ajaran Islam tolong-menolong merupakan ajaran yang agung.
Oleh karena itu, jika ingin masa pandemi segera sirna dan problematika manusia segera selesai. Maka Kembali kepada syari’at untuk mengatur kehidupan manusia adalah kewajiban. Namun jika tetap bersikukuh dan setia dengan aturan manusia, jangan harap masa pandemi virus Corona sirna. Bahkan akan terjadi ledakan yang lebih dahsyat lagi. Maka, yuk segera kembalilah kepada syari’at Islam!.
Wallaahu a’lam bish shawaab. [MAF]