Cacar Monyet, Gay, Dan Rusaknya Perilaku Manusia
Ulasan Utama Assalim.id
Oleh: Pujo Nugroho
Assalim.id – Belum lagi jelas sampai kapan varian Covid-19 terus bermutasi kini dunia dihadapkan lagi persoalan wabah baru yang juga menyita perhatian serius. Wabah ini bernama monkeypox, alias cacar monyet.
Seolah tak peduli dengan kelelahan kita, wabah baru dari virus ini muncul. Keadaannya disebut WHO sebagai darurat kesehatan global dengan level alarm tinggi.
Kalau Covid-19 berasal dari mutasi -yang konon kabarnya- dari kebiasaan manusia memakan kelelawar, apakah monkeypox ini juga seperti itu? Wallahua’lam.
Namun menurut beberapa sumber, penyebaran penyakit ini terjadi di kelompok pria penyuka sesama jenis yang melakukan hubungan seks di antara mereka alias homoseksual atau gay.
Meskipun virus ini sendiri bukan infeksi menular seksual yang umum, lonjakan kasus tampaknya telah menyebar di antara pria yang berhubungan seks dengan pria lain.
Seperti halnya HIV/AIDS dan Covid-19 yang zaman dulu-dulu tidak pernah ada, nampaknya cacar monyet ini juga penyakit baru. Ia masuk dalam deretan penyakit baru yang muncul/menyebar akibat penyimpangan perilaku manusia.
Persoalan menjadi rumit, sama halnya sewaktu wabah Covid-19 muncul, dunia gagap tidak siap. Tidak tahu penyakit apa ini dan bagaimana mengatasinya, bahkan hal ini masih terjadi ketika varian-varian baru Covid-19 bermunculan. Kita ingat di kala Covid-19 baru muncul, masing-masing negara “mengunci” warganya, lockdown! Ekonomi terhenti, warga tidak bisa bekerja, tidak ada penghasilan, resesipun terjadi. Masalah-malasah lain bermunculan.
Karena itu, wabah suatu penyakit sangat mungkin berdampak pada ekonomi dan krisis lainnya. Dan semoga saja si cacar monyet ini tidak menjadi wabah menakutkan seperti halnya Covid -19.
Namun demikian, kita tentu juga mengkritik perilaku manusia yang menyimpang ini. Menyimpang dalam pola makan, di mana apa saja dimakan dan dikonsumsi. Juga perilaku seksual yang menyimpang. Penyimpangan-penyimpangan ini menimbulkan penyakit dan celakanya mewabah.
Dalam Islam sendiri terkait pola makan, ada aturannya. Ada yang boleh dimakan dan ada yang tidak.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (halalan thayyiban) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS al Baqarah: 168).
Yang dimakan harus halal (halal secara zat dan cara mendapatkannya) bahkan juga thoyyib (tidak membahayakan kesehatan dll) meskipun secara zat tidak haram.
Dalam Islam makanan yang mengandung potensi bahaya secara kesehatan dilarang.
“Laa dharara walaa dhirara” yang artinya tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan -maaf- persoalan seksual. Tidak ada yang namanya biseksual, homo/gay, lesbian, dan juga transgender. Dalam Islam hal ini sangat jelas dan diatur sedemikian rupa.
Bagaimana hal ini diajarkan di keluarga Islam sedari kanak-kanak. Anak kecil diatur tempat tidurnya, tidak bercampur laki-laki perempuan, sesama perempuan atau sesama laki-lakipun tidak diperbolehkan tidur dalam satu selimut. Agar tidak terjadi pergaulan bebas dan suka sesama jenis.
Anak perempuan bermain dengan permainan perempuan. Yang laki-laki diajak olah raga agar tumbuh jiwa laki-lakinya. Hal ini mempersempit terjadinya penyimpangan transgender.
Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat. Peradaban Barat yang menganut liberalisme yakni kebebasan menginginkan tidak ada aturan yang menghalangi mereka. Mau berhubungan badan dengan lawan jenis, sesama jenis, atau dua-duanya bebas. Mau dalam ikatan pernikahan atau tidak, bebas. Penyakit-penyakit bermunculan dari perilaku seperti ini.
Begitupun masyakarat komunis tak mengakui Tuhan, mereka merasa bebas. Tidak ada aturan (agama). Mau makan apa saja, diproses seperti apa dan bagaimana tidak ada aturan. Namanya juga tak beragama. Kemudian muncullah berbagai penyakit dari pola pandang seperti ini.
Aturan hidup demikianlah yang destruktif. Membawa bencana. Tidak saja problem kesehatan tapi juga yang lain, ekonomi dan sosial.
Sekali lagi di balik masalah ini terlihat Islam dengan berbagai pandangannya yang menyeluruh dari aqidah hingga syariat yang mengatur manusia nampak sangat sempurna. Wajar kemudian dalam sejarahnya Islam adalah sebuah peradaban yang luhur dan berlangsung sangat lama.
Karena itu dalam khasanah Islam dikenal istilah maqashid syari’ah (hikmah di balik penerapan syariah). Di antaranya Islam menjaga nyawa (hifzhun nafs). Perilaku menyimpang dilarang dengan tegas. Kita berharap berbagai sistem yang menyimpang saat ini berganti dengan sistem Islam. Wallahua’lam. []