
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 96
Oleh: Haris Abu Muthiah
Assalim.id – Masih ingat ribut-ribut bisnis PCR yang melibatkan lingkaran istana di tengah upaya negara melakukan perbaikan ekonomi akibat hantaman pandemi Covid-19, ditengah banyaknya perusahaan yang merumahkan dan memutuskan hubungan kerja alias PHK dengan karyawannya?.
Saya yakin saya dan Anda sudah lupa. Mengapa?, karena setiap saat umat disuguhi ‘menu-menu’ informasi yang mengiris hati. Mulai kelangkaan minyak goreng, utang negara yang semakin bertumpuk, pindah IKN pakai APBN, hingga usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Tidak berhenti sampai disitu, umat juga disuguhi berita-berita ustadz-ustadz lurus yang dicap radikal-radikul, moderasi beragama yang ujung-ujungnya membolehkan nikah beda agama, suara adzan yang didentikkan dengan gonggongan anjing.
Belum sempat mengembalikan memori tentang bisnis PCR itu, kini umat disuguhi lagi problem baru dalam layanan kesehatan yaitu negara mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Apa lagi apa Inpres nomor 1/2022 itu?, bukankah sudah banyak regulasi yang menegaskan bahwa setiap penduduk Indonesia wajib menjadi peserta Program JKN-KIS, mulai dari UU SJSN Tahun 2004, UU BPJS Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013, Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dan perubahan keduanya yaitu Perpres Nomor 64 Tahun 2020, Inpres Nomor 8 Tahun 2017, apakah semua ini tidak cukup?.
Ternyata itu tidak cukup, mengapa?, karena pengguna saat ini JKN-KIS baru mencapai 86 persen dan ditargetkan tahun 2024 sudah mencapai 98 persen. Ini jelas memaksa, saya yakin Anda dan saya tidak bisa lolos, semuanya harus ikut BPJS/JKN. Mengapa?,
Semua mesin birokrasi dipersiapkan bekerja kendati tidak ada hubungannya sama sekali.
Ada 30 kementerian/lembaga dikerahkan, termasuk Pemerintah Daerah untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN-KIS.
Anda mau urus SKCK, SIM, STNK di Kepolisian wajib peserta aktif BPJS. Anda mau beli tanah, mau naik umrah atau haji semua wajib pakai BPJS. Anda seorang petani penerima program Kementerian Pertanian, tenaga penyuluh, dan pendamping program Kementerian Pertanian wajib miliki BPJS.
Anda seorang nelayan, awak kapal perikanan, pembudidaya ikan, petambak garam, pengolah ikan, dan pemasar ikan penerima program Kementerian Kelautan dan Perikanan wajib terdaftar BPJS (kontan.co.id, 6/2/2022).
Lalu dimana peran Negara sebagai pengayom, pengurus, dan pelindung rakyatnya jika kebutuhan layanan kesehatan saja ditanggung oleh rakyatnya sendiri?. Sudahah begitu dipaksakan lagi padahal negeri ini kaya akan Sumber Daya Alam. Pertanyaannya, mengapa tidak fokus mengurus ini saja agar hasilnya dinikmati oleh seluruh rakyat?.
Luas hutan Indonesia sekitar 99 juta hektar yang membentang dari Indonesia bagian barat sampai bagian timur. Potensi ikan laut Indonesia mencapai 6 juta ton per tahun dan berada di urutan keempat pada 2009 di dunia.
Cadangan gas alam Indonesia sekitar 2,8 triliun meter kubik, hanya 1,5 persen dari cadangan gas alam dunia. Bahkan sebagai negara pengekspor gas alam terbesar di dunia. Batu bara apa lagi, terbesar kelima di dunia.
Sekali lagi mengapa tidak fokus urus sumber daya alam dan lebih memilih memaksa rakyat ikut BPJS?. Apa negara tidak punya cukup uang untuk persiapan pemilu 2024 yang belakang diwacanakan ditunda?. Apakah kas negara tidak cukup untuk membayar kewajiban utang jatuh tempo pada 2022 sebesar Rp 443,8 triliun?
Apakah negara tidak punya dana awal sebesar 46 triliun untuk mengerjakan proyek Ibu Kota Negara (IKN) mengingat janji sebelumnya Presiden Jokowi tidak akan memberatkan APBN, tapi belakangan janji itu diralat dan ngotot pakai dana APBN?.
Ini bisa saja terjadi sebagaimana kasus Jaminan Hari Tua yang sempat ditolak oleh buruh karena pencairannya nanti pada umur 56 tahun. Kenapa bisa? Ya, negara pakai dananya. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, mengatakan Rp372,5 triliun ditempatkan di surat utang negara atau SUN. 65 persen diinvestasikan dalam bentuk obligasi dan surat berharga, yang 92 persen di antaranya adalah Surat Utang Negara atau SUN (pikiran-rakyat.com, 12/2/2022).
Terlepas dari itu semua, ini bisa dipahami sebagai cara negara menarik uang secara gratis dari rakyatnya atas nama layanan kesehatan. Kalau boleh dikatakan ini ‘pemalakan’ yang berlindung di balik regulasi sehingga rakyat tidak punya pilihan kecuali manut maunya negara.
Inilah gambaran sebuah negara yang berlepas diri dari urusan rakyatnya, abai dari tanggung jawabnya mengurusi urusan rakyatnya. Rakyat hanya diposisikan sebagai pelayan yang melayani keinginan tuannya.
Ini berbeda dengan negara yang diatur dengan Islam, dimana pemimpinnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh urusan rakyatnya. Negara memastikan setiap individu terpenuhinya sandang, pangan, dan papan.
Negara tidak akan menarik pajak dari rakyatnya, negara menggratiskan layanan kesehatan, pendidikan. Bahkan menjamin sepenuhnya keamanan kepada seluruh rakyatnya tanpa membedakan agamanya.
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya.
Pada titik inilah dapat dipahami bahwa pemaksaan negara dalam urusan BPJS yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara, terjadi karena negeri ini tidak diatur dengan aturan Allah dan lebih memilih diatur dengan hukum buatan manusia.
Inilah yang disebut dengan sekularisme. Inilah akar masalah dari seluruh persoalan yang terjadi di negeri ini. Karena itu satu-satunya solusi untuk menyelesaikan seluruh problematika ini tiada ada lain kecuali campakkan sekularisme hingga akar-akarnya dan tegakkan Islam kaffah.
Wallahu a’lam bi ash shawab.