Bisnis Memang Harus Islami !
Abah, mengapa bisnis harus sesuai syariah ? Yap, karena bisnis dan amal keseharian kita – apapun itu – mesti terikat dengan syariah. Terikat? Yap, karena kita ingin berbisnis penuh ‘berkat’ dan berkah, agar bisnis kita menjadi salah satu jalan kita meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Insya Allah. Tetapi, selesaikah sampai di sini? Ooo… tidak! Pertanyaan masih bergulir. Setidaknya, masih ada tiga pertanyaan penting berikutnya. Pertama, bagaimana sesungguhnya anatomi bisnis yg sesuai dengan syariah itu? Kedua, saat Islam tegak menjadi tatanan hidup dunia semenjak masa Nabi SAW hingga runtuhnya Daulah Islam era Turki Utsmani tahun 1924, tak pernah ada istilah bisnis syariah atau bisnis Islami, lalu mengapa kini mesti muncul istilah itu? Ketiga, bisakah bisnis Islami berjalan sempurna dalam sistem saat ini ? Baiklah, teruskan membaca karena kita akan temukan jawabannya sesaat lagi, jadi jangan kemana-mana… Abah juga gak kemana-mana!
Pertama, Anatomi Bisnis Islami
Bisnis dengan segala macam aktivitasnya terjadi dalam kehidupan kita setiap hari, sejak bangun pagi hingga tidur kembali. Alarm jam weker yg membangunkan kita dini hari, sajadah alas shalat kita, susu yg kita minum, kendaraan yg mengantarkan kita ke kantor serta semua kebutuhan rumah tangga kita, seluruhnya adalah produk yg dihasilkan, didistribusikan, dan dijual oleh para pelaku bisnis. Uang yg dibelikan beragam produk tersebut juga – salah satunya – diperoleh dari bekerja pada suatu bisnis.
Contoh di atas menunjukkan betapa komprehensifnya cakupan bisnis. Bila semua cakupan bisnis ini dicoba diterjemahkan, maka akan muncul pengertian yg komprehensif pula. Mari kita lihat.
Kamus Bahasa Indonesia mengartikan bisnis sebagai “usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, dan bidang usaha”. Sementara kata Straub dan Attner (1994), bisnis tak lain adalah suatu organisasi yg menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yg diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Barang yg dimaksud adalah suatu produk yg secara fisik memiliki wujud (dapat diindera), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yg memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari semua definisi yg digali dari fakta bisnis tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi/pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk: (1) memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan/atau jasa, (2) mencari profit dengan menjual, menyewakan, mengerjakan sesuatu, mendistribusikan, dan aktivitas sejenis lainnya, dan (3) mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Dari pengertian tersebut di atas juga dapat dipahami bahwa setiap organisasi bisnis akan melakukan fungsi dan aktivitas yg sama. Dengan hantaran pengamatan terhadap definisi yg digali dari fakta bisnis yg ada, sepintas, banyak dari kita akan beranggapan “kalau begitu lalu apanya yg beda? Kan faktanya sama, fungsinya sama dan aktivitasnya juga sama!” Anggapan ini bisa dimaklumi jika kita berhenti sampai di sini. Namun jika kita bedah anatomi bangunan bisnisnya, barulah kita akan melihat bedanya? Penasaran? Mari kita bedah!
Bangunan bisnis Islami jika didalami sebenarnya bisa dibandingkan dalam sejumlah aspeknya dengan bisnis non Islami. Pembandingan ini akan memudahkan pemahaman terhadap faktanya sedemikian sehingga memudahkan kita untuk melihat perbedaannya dan juga meluruskan dalam mempraktikkannya.
Berikut ikhtisar anatomi bisnis Islami vs bisnis yg tidak Islami (konvensional sekuler) :
(1) Asas : Aqidah Islam (nilai-nilai transendental) vs asas Sekularisme (nilai-nilai material).
(2) Motivasi : Dunia – akhirat vs Dunia.
(3) Orientasi : Profit dan Benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, dan Keberkahan vs Orientasi : Profit, Pertumbuhan, dan Keberlangsungan.
(4) Strategi Induk : Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia vs Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka.
(5) Manajemen/Strategi Fungsional Operasi/Proses : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat.
(6) Manajemen/Strategi Fungsional Keuangan : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan.
(7) Manajemen/Strategi Fungsional Pemasaran : Pemasaran dalam koridor jaminan halal vs Pemasaran menghalalkan cara.
(8) Manajemen/Strategi Fungsional SDM : SDM profesional dan berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan dan Allah SWT vs SDM profesional,
SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan.
(9) Sumberdaya : Halal vs Halal dan haram.
Jika sembilan karakter bangunan bisnis Islami ini diringkas, maka pembedanya dengan bisnis yg tidak Islami adalah pada aspek Keberkahan. Berkah adalah ridlo Allah Swt atas amal bisnis, yaitu ketika bisnis dijalankan sesuai dengan syariah-Nya. Karenanya, aktivitas bisnis Islami tidak dibatasi kuantitas kepemilikan hartanya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Nah!
Kedua, Mengapa Harus Disebut Bisnis Syariah?
Benar, saat Islam tegak menjadi tatanan hidup dunia semenjak masa Nabi SAW hingga runtuhnya Daulah Islam era Turki Utsmani tahun 1924, tak pernah ada istilah bisnis syariah atau bisnis Islami. Itu terjadi – sederhana saja – karena sistem hidup yg digunakan adalah sistem Islam, bukan sistem kapitalisme atau juga sosialisme komunisme. Jadi wajar saja, kalau terma yg digunakan cukup ‘bisnis’ karena secara otomatis pengertiannya akan merujuk pada sistem yg dianut saat itu. Begitu pula dengan saat ini, jika disebut kata ‘bisnis’ saja tanpa embel-embel apapun, konotasinya pasti mengarah pada sistem yg diterapkan saat ini, maka pengertiannya akan menjadi ‘bisnis kapitalis’ atau ‘bisnis konvensional’ yg pasti tidak Islami atau jauh dari syariat Islam. Ini sama sederhananya dengan dikotomi ‘perbankan syariah’ vs ‘perbankan konvesional’, ‘pendidikan Islami’ vs ‘pendidikan sekuler’ dlsb.
Atas dasar itu, menjadi penting penggunaan istilah ‘bisnis Islami’ atau ‘bisnis syariah’ untuk menegaskan sifat bangunan bisnis yg dilakukan dan memberi efek edukasi pada masyarakat luas bahwa kita memang tengah hidup dalam sistem yg tidak islami.
Ketiga, Bisakah Bisnis Islami Berjalan Sempurna Dalam Sistem Saat Ini ?
Pertanyaan ketiga ini harus dijawab dengan renungan yg dalam sambil mencermati fakta bisnis yg ada di sekitar kita. Mari kita mulai…
Bisnis yg sukses umumnya adalah bisnis yg mendapat ‘berkat” (profit, tumbuh dan sinambung), tapi tidak atau belum tentu berkah. Lalu, kalau pun ada yg ‘berkat’ dan berkah, jumlahnya sedikit dan sulit berkembang optimal, karena terhambat perilaku bisnis sekuler yg menghalalkan segala cara. Mulai dari uang pelicin saat perizinan usaha, kickbak yg diminta saat berhasil memenangkan tender, menyimpan uang dalam rekening koran yg berbunga, hingga iklan yg tidak senonoh dst.. dst. Suka tidak suka, ini semua karena bisnis kita hari ini hidup dalam sistem kapitalistik, sistem yg tidak ideal lagi destruktif…
Bisnis Islami hanya akan hidup secara ideal dan sistem dan lingkungan yg Islami pula. Sebaliknya bisnis non Islami juga hanya akan hidup secara ideal dalam sistem dan lingkungan yg sekuler/sosialis. Itu semua karena – bagaimanapun – aktivitas bisnis akan sangat bergantung pada sistem dan lingkungan ada.
Jadi, apa yg mesti kita lakukan? Cukupkah kita berpuas diri dengan kondisi bisnis syariah hari ini yg tumbuh berkembang tidak ideal? Atau … jangan-jangan kita masih pragmatis saja seraya terus mencari alternatif lain selain Islam? Dan kalau ini yg terjadi, apa kata akhirat ?
Truly Muslimpreneur,
Ramadhan bulan penuh berkah dan ampunan, semoga menjadikan kita insan Allah yg selalu berpikir, bersikap dan beramal kehidupan – termasuk dalam amal bisnis kita – dengan dipenuhi ‘berkat’ dan keberkahan. Bisnis yg akan memuliakan kita di dunia dan akhirat. Insya Allah.
Ingatlah selalu : Bisnis, Ngaji, Dakwah ! Berkah…Berkah…Berkah !
Ya Allah, dekatkan kami pada keridhoanMu. Jauhkan kami dari kemurkaan dan kebencianMU. Bimbinglah kami agar dapat membaca ayat-ayatMu, memahaminya, melaksanakannya dan mendakwahkannya dengan rahmatMu Wahai Dzat Yg Maha Pengasih dari semua yg mengasihi. Kokohkan kami di jalan dakwah yg mulia ini..
Allahumma sholli ala Muhammad..
Aamiin Allahumma aamiin..
@bah Salim