Bisakah Apbn Tanpa Utang?
Oleh : M Azzam Al Fatih
Ekonomi merupakan hal terpenting dalam sebuah Organisasi maupun lembaga apapun. Hal ini untuk menopang perjalanan hidup sebuah organisasi. Sedangkan negara secara umum adalah organisasi yang mengurusi urusan rakyat. yang menjamin kesejahteraan dan Kebahagiaan hidupnya. Sebab negara Sejatinya adalah pelayan rakyat.
Namun, Negara yang terjebak utang ribawi sulit untuk mensejahterakan rakyatnya. Jangankan kesejahteraan, yang ada adalah pemerasan dan pemalakan. Utang tersebut akan terus melambung tinggi, dikarenakan bunga yang terus berkembang. Yang akhirnya negara tersebut tidak berkutik sama sekali, maju hancur mundur bakal terkubur.
Negeri berpenduduk muslim terbesar contohnya, negeri ini telah terjebak utang ribawi. Bank ndonesia (BI) melaporkan total utang luar negeri (ULN) Indonesia akhir Januari ini mencapai US$ 420,7 miliar. Menggunakan asumsi kurs Rp 14.000/US$, maka total ULN mencapai hampir Rp 5, 900 triliun. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210315112442-4-230165/kenapa-utang-luar-negeri-indonesia-jebol-rp-5900-triliun.
Tentu saja utang sebanyak tersebut membuat perekonomian tidak sehat. yang kemudian berdampak terhadap kesejahteraan rakyat, yakni melambungnya angka kemiskinan . Disebutkan, jumlah penduduk miskin pada September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019.https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/18/110300865/angka-kemiskinan-indonesia-naik-ini-data-per-provinsi.
Tidak sehatnya ekonomi akhirnya berdampak terhadap Anggaran Pendapatan belanja Negara. Yang otomatis anggaran APBN tersedot yang berakibat defisitnya kas negara . Apalagi negeri yang menerapkan pendapatan seimbang dengan pengeluaran, tentu saja perekonomian semakin hancur. Hal inilah yang menjadi alasan negara untuk menaikkan BBM, pajak, dan menarik pajak baru. Hal yang membuat terpuruk Lagi manakala kebijakan menaikan BBM maupun pajak tidak bisa memberi solusi. Maka, solusi yang terakhir tidak lain adalah mencari pinjaman lagi demi menutupi pendapatan negara agar seimbang dengan pengeluaran.
Namun, hal inipun tidak dapat menjadi solusi bagi negara. Alasan pertama adalah utang lama yang masih mencengkeram. Apabila ditambah utang baru, tentu saja membuat negara makin terjual. Akibatnya rakyat makin tercekik, kesejahteraan makin tidak jelas, dan sebagainya.
Alasan kedua adalah kapitalisme yang masih mencengkeram dengan kuatnya. dengan menjalankan utang ribawi yang sejatinya menjadi mesinnya Kapitalisme. Jadi manakala menutup APBN dengan utang sama saja menambah keterpurukan dan penderitaan. Utang yang lama saja tidak terselesaikan, ditambah utang baru yang berbunga pula. Ini namanya mengubur diri sendiri.
Demikian kalau negara sudah dicengkeram Kapitalisme. kesulitan dalam mengurus urusan rakyat. Penganggaran APBN yang disusun tiap tahun. Kemudian di tetapkan dalam UU APBN, setelah dibahas oleh pemerintah dan parlemen. Bisa disetujui, juga bisa ditolak. Hal ini pun memicu terjadianya suap – menyuap agar APBN disetujui. Tentu saja, semua ini terjadi karena ada kepentingan sebagaimana asas dari Kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam, sistem yang Allah SWT turunkan telah memberikan solusi problematika kehidupan termasuk dalam mengelola Anggaran Pendapatan negara. Pendapatan Negara dalam islam berasal berbagai sumber, diantaranya dari zakat, infak ,shodaqoh, Jizyah, ghonimah, serta sumber daya alam.
Sumber – sumber Pendapatan negara tersebut telah di atur oleh syariat yang agung. Diperinci secara detail dan adil, mana yang menjadi milik pribadi, umum, dan negara. Kekayaan milik pribadi, jika sesuai nishob wajib di zakati, kemudian dikelola oleh negara untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya sesuai syariat. Sumber kekayaan umum seperti fasilitas jalan, bandara, stasiun, maupun kekayaan adalah mutlak milik umum yang dikelola oleh negara kemudian dikembalikan kepada rakyatnya. Sedangkan sumber kekayaan milik negara adalah mutlak milik negara namun bisa juga di alokasikan kepada anggaran untuk rakyat manakala Baitul mall mengalami krisis.
Pendapatan dari sumber – sumber tersebut akan dibelanjakan dengan sebaik mungkin sesuai hukum Syara’. Serta tidak memerlukan waktu lama di dalam menyusun anggaran. Sebab keputusan penuh ada di tangan Kholifah dan sudah diatur oleh syariat yang agung. Dengan demikian tidak memerlukan waktu lama dan biaya yang banyak seperti Kapitalisme.
Manakala kondisi Baitul mall mengalami krisis maka dapat diambil beberapa kebijakan. Kebijkan pertama adalah menarik pajak namun alokasi anggarannya hanya di titik tertentu semisal, fakir miskin, gaji abdi negara, kesehatan, dan fasilitas umum lainya. Namun penarikan pajak ini dalam keadaan darurat.
Jika keadaan anggaran sangat minim sekali dan dalam kesulitan untuk mendapat anggaran, maka islam juga memperbolehkan mencari dana talangan atau pinjaman. Namun hal inipun juga hanya untuk di titik- titik tertentu saja.
Namun, kebijakan ini tidak serta Merta mengambil keputusan begitu saja. Tentunya butuh pertimbangan dan Saran, termasuk keadaan darurat atau belum. Sehingga kebijakan tersebut tidak menjadi beban untuk kedepan.
Demikianlah, Islam mengatur APBN dalam mengurusi rakyat. Mempunyai cara yang khas dan unik yang dapat mengatasi segala problematika krisis. Sebagaimana telah terbukti memberikan pelayanan yang mensejahterakan dan membahagiakan seluruh umat manusia selama berabad-abad. Yang tentunya belum pernah diraih oleh peradaban manapun.
Wallahua’lam bishowwab