APBN Syariah Untuk Kejayaan
Aliansi Pengusaha Muslim – Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan belanja pemerintah sangat penting untuk menggerakkan roda perekonomian. (20.detik.com, 9/7/2020)
Memang benar, di saat lemahnya daya beli masyarakat, belanja pemerintah seharusnya lebih digalakkan, supaya bisa menggerakkan kembali roda perekonomian. Politik penganggaran (belanja) seperti ini semestinya juga dapat dilaksanakan di luar situasi pandemi. Sebab, menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat adalah tanggung jawab utama negara.
Namun sangat disayangkan, melaksanakan belanja di saat penerimaan negara menurun drastis tentu akan menjadi kurang optimal dan tidak efektif. Sebagaimana melaksanakan belanja di saat melebarnya angka defisit membuat pengelola kebijakan dalam hal ini pemerintah menjadi tidak leluasa menyusun anggaran. Dengan demikian, harapan bahwa belanja pemerintah dapat menggerakkan roda perekonomian menjadi sangat kecil kemungkinannya.
Berbeda dengan APBN Syariah (baitul mal) yang dikelola berdasarkan sistem keuangan Islam. Negara dalam Islam bertugas memelihara seluruh kepentingan masyarakat. Maka, negara harus menyelenggarakan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke kas negara, termasuk cara membelanjakannya. Dengan demikian, memungkinkan bagi negara untuk dapat memelihara seluruh urusan rakyat.
Berikut adalah gambaran konsep APBN Syariah. Pendapatan negara dalam Islam yang pertama adalah dari bidang harta milik negara, seperti fai’, tanah kharaj, ghanimah, sewa tanah milik negara, jizyah, dan dharibah. Karena milik negara maka dibelanjakan untuk keperluan pemeliharaan urusan negara, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Outcome belanja di bidang ini akan semakin memperkuat pertahanan militer dan berjalannya roda pemerintahan.
Kedua, pendapatan negara di bidang kepemilikan umum, seperti bidang minerba, pertambangan, kelautan (meliputi sungai dan sumber mata air), dan hasil hutan. Belanja negara di bidang ini digunakan untuk kepentingan publik; belanja untuk pembangunan infrastruktur publik, serta kebutuhan primer yang bersifat kolektif (seperti bidang pendidikan dan kesehatan). Akhirnya masyarakat dapat menikmati layanan publik secara murah bahkan gratis.
Outcome dari belanja di bidang kepemilikan umum adalah semakin meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Dengan sendirinya misi memakmurkan bumi menjadi daya dorong yang kuat untuk menjadikan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi bukan menjadikan manusia mesin materi. Dengan sendirinya, pengelolaan di bidang ini akan menghapus praktik industri-industri “disrupsi” ala kapitalis.
Ketiga, pendapatan negara di bidang shadaqah. Penerimaan di bidang ini meliputi zakat harta dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, dan zakat peternakan. Belanja negara di bidang ini khusus untuk delapan golongan (ashnaf) yang telah ditetapkan oleh syariah (lihat QS. At Taubah: 60).
Outcome dari bidang shadaqah adalah terwujudnya jaminan sosial masyarakat. Semakin besar kesempatan orang-orang yang lemah ekonomi untuk dapat masuk pasar. Bidang-bidang usaha sebagaimana UMKM semakin bertumbuh disebabkan tidak banyak pungutan yang membebani usaha selain membayar zakat.
Sistem penganggaran sendiri dalam Islam didasarkan pada sistem keuangan menurut Islam. APBN Syariah merupakan perwujudan dari tugas utama negara dalam memelihara seluruh urusan rakyat melalui pelaksanaan syariah secara kaffah. Dengan demikian terlihat jelas ujung dari politik anggaran sesuai syariah ini mendorong negara menjadi kuat. Insyaa Allah umat Islam akan menjadi jaya. Wallahu a’lam.[] Muhammad Bakri