Apa Yang Kau Cari Pengusaha? Jangan Sampai Bangkrut Di Akhirat !

Last Updated: 13 Januari 2021By

Oleh : Abah Salim

Abah terhenyak ketika dalam sebuah forum kajian pengusaha hijrah, sang narsum mengupas hadits tentang sosok yang terkena kondisi muflis alias bangkrut. Sudah barang tentu pengusaha sangat fasih akan hal yang satu ini, sesuatu yang sangat dihindari. Tapi ini sesuatu yang lain. Bangkrut di akhirat! Bangkrut di dunia, sangat bisa dibayangkan. Tapi di akhirat, waduh, sudah pasti ngeri sekali!

Dengan bahasa hati, sang narsum menyampaikan dengan sangat detail, perlahan namun membuat merinding siapa saja yang hadir saat itu. Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?” Para sahabat menjawab,”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.” Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Muflis (orang yang pailit, bangkrut) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR Muslim, at Tirmizi dan Ahmad)

Ya Allah, bangkrut di akhirat itu benar-benar mengerikan. Tak terbayangkan dalam pikiran abah. Setelah hampir 24 jam bergelut dengan bisnis. Membangun kerajaan bisnis di dunia. Profit yang membumbung tinggi, terus bertumbuh meski dengan peluh dan sinambung tak ada henti dari generasi ke generasi. Tapi kita tak bisa memastikan bisnis itu berkah atau tidak. Kita sering berhadapan dengan sikon yang mau tak mau terpaksa menghalalkan segala cara. Yang penting bisnis eksis! Duh, jelas ini jauh dari kata berkah.

Lebih mengerikan lagi, jika ternyata bisnis yang kita bangun juga membuat kita tak terpikir waktu untuk umat! Hak pribadi atau sejauh-jauhnya hak keluarga, tapi lupa akan hak Allah pada diri kita. Lupa bahwa ada hak perjuangan di jalan Allah. Kalau ini terjadi, waduh, makin jauh dari berkah!

Berkah itu bertambahnya kebaikan. Jiyadatul khair! Ini hanya akan terjadi jika dengan bisnis, kita jadi makin dekat taat kepada Allah. Membuat kita cenderung beramal sholeh, bukan amal salah alias maksiat. Kita jadi semakin takut akan pertanggungjawaban di pengadilan akhirat nanti. Mendorong kita untuk memenuhi hak Allah, hak perjuangan di jalan Allah, baik hartanya, maupun raganya !

Lantaran arus utama hari ini yang sekuler habis, memastikan bisnis kita berkah hari ini menjadi sesuatu banget. Karena itu berarti kita membersihkan bisnis kita dari potensi kebangkrutan di akhirat! Sesuatu yang sulit dilakukan di alam sekuler!

Truly Muslempreneur,

Mari kita renungkan….
Apa yg kita cari sesungguhnya? Apa tujuan bisnis kita? Kita ada di dunia bukan untuk sekedar bisnis! Tapi untuk mencari bekal pulang. Bekal Sebaik-baik bekal!

Benar, bisnis itu pasti agar kita untung, tumbuh dan sinambung. Tapi kalau hanya itu, sayang sekali hidup kita. Kita harus mencari bekal yang cukup agar bisnis kita itu juga berkah! Agar bisa pulang kampung ke negeri akhirat dengan selamat. Agar bisnis kita bisa menjadi kendaraan kita masuk surga firdausNya Allah. Agar bisnis bisa membuat kita bahagia di dunia dan akhirat.

Karena itu, tak ada cara lain, sejak sekarang hingga seterusnya, kita harus menggunakan moto Bisnis, Ngaji dan Dakwah. Dengan moto ini, kita bisa memastikan bisnis kita itu profit, tumbuh, sinambung dan Berkah. Seperti yang dicontohkan oleh para pendahulu kita, salah satunya Sahabat Abdurrahman bin Auf. Sosok binaan dakwah Rasulullah SAW yang konsisten. Beliau memastikan bisnisnya selalu sesuai dengan syariat. Beliau mengaji intensif langung kepada Rasulullah SAW. Beliau juga terjun langsung mendakwahkan Islam yang kaffah kepada umat dengan hartanya juga raganya. Singkat cerita, dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun beliau masih juga meninggalkan aset yang sangat banyak. Ada 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing dan masing-masing istri beliau mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Artinya, kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2.560.000 Dinar.
atau senilai 5,4 Triliun Rupiah. Tanpa hutang tanpa riba. Ini jelas profil bisnis penuh berkah!

Jadi, jangan mencontoh pengusaha kapitalis hari ini yang lupa akhirat, menghalalkan segala cara dan lupa akan hak Allah, hak perjuangan agama. Contohnya? Tak perlulah abah sebutkan. Kita semua tahu itu!

Truly Muslempreneur,

Dengan kredo Bisnis Ngaji Dakwah, bisnis kita akan menjadi bekal kita menuju surga firdausNya Allah Swt ! Ini semua butuh azzam dan tawakkal, butuh disiplin, militansi dan konsistensi. Bi idznillah wa bi nashrillah wa bi ridhollah kita pasti bisa!