Categories: Editorial

assalim

Share

Editorial Assalim.Id | Edisi #43
Oleh Pujo Nugroho

Assalim.id – Alam tidak bisa dikibuli dengan pencitraan dan permainan media. Alam memberikan respon apa adanya. Jika ia dirawat maka dia memberikan manfaat namun jika ia dizalimi maka ia memberikan bencana. Alam tidaklah seperti manusia yang bisa dibuai dengan kamuflase polesan citra melalui media yang terlihat domba namun sebenarnya srigalan pemangsa nan lapar.

Banjir besar melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) pada awal bulan ini adalah bukti konkretnya. Sebanyak 11 kabupaten/kota dari total 13 kabupaten/kota yang ada terendam banjir besar. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, mengatakan, dampak banjir Kalsel merenggut 21 jiwa, dengan 403.405 orang terdampak. Ada sekitar 79.636 rumah rusak atau terendam banjir.

Banjir ini disebut-sebut adalah banjir besar yang pernah ada di Kalsel. Bencana banjir ini ke depan juga akan menyebabkan persoalan pangan mengingat sawah rusak.

Banjir ini jelas bukan persoalan curah hujan semata. Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK, mengatakan, ada penurunan luas hutan alam DAS Barito di Kalsel selama periode 1990-2019 sebesar 62,8%. Penurunan hutan terbesar terjadi pada periode 1990-2000 yaitu sebesar 55,5% (https://www.mongabay.co.id/, 22/1).

Mengutip kontan.co.id (20/1) menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sebanyak 50% dari total luas Kalsel sudah menjadi lahan tambang dan kebun sawit. Dan ada 20% lagi untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Total 70% dari luas Kalsel keseluruhan.

Secara nasional, berdasarkan data tahun 2017, mengutip Tirto.id (27/9/2017) Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyebutkan 71 persen tanah di seluruh daratan di Indonesia telah dikuasai korporasi kehutanan. Hal ini berbanding terbalik dengan kepemilikan lahan oleh para petani rata-rata pemilikan tanah petani di pedesaan kurang dari 0,5 hektar dan tidak bertanah sama sekali.

Keadaan demikian merupakan cerminan khas Kapitalisme. Sebuah ideologi yang mencengkeram Indonesia saat ini. Kapitalisme berjalan dengan pilar-pilarnya berupa private property (hak milik individu/swasta), the invisibel hand (dibina oleh tangan tak terlihat), idividualisme ekonomi, dan free market competition atau persaingan dan pasar bebas.

Bagaimana mungkin luas wilayah sebuah propinsi sebanyak 70% dikuasai oleh corporate? Hutannya ditebang, tanahnya digali sedalam mungkin, namun hasilnya untuk swasta dan individu.

Negara nampak tak berdaya. Kegiatan industri besar dalam tataran kapitalisme diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan melalui invisible hand meskipun teori demikian selalu gagal. Kekayaan dikeruk konglomerat, rakyat kebagian bencananya. []

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts