Akibat Ambisi Legacy, Proyek Mangkrak Dan Utang Bengkak
Ulasan Utama Assalim.ID | Edisi 80
Oleh Agan Salim
Assalim.id – Saat ini, kontroversi deretan proyek infrastruktur mangkrak yang membuat bengkaknya utang menjadi sorotan banyak pihak. Alih-alih jadi urat nadi penunjang pertumbuhan ekonomi, malah bisa berujung menjadi bencana karena diduga tidak direncanakan secara matang.
Masih jelas di ingatan publik bagaimana sesaat setelah menjabat pada Oktober 2014, Jokowi meluncurkan kampanye untuk membangun jalan tol sejauh 1.000 kilometer, rel kereta sepanjang 3.000 kilometer, 24 pelabuhan, pembangkit listrik sebesar 35.000 megawatt, dan lainnya, selama masa jabatan lima tahunnya. Proyek-proyek ini diperkirakan membutuhkan dana total sebesar Rp4.800 triliun (US$355 miliar).
Ambisi politik besar untuk membangun ratusan infrastruktur awal sudah menjadi sorotan sejumlah analis yang kerap mengingatkan pemerintah untuk tidak membabi buta dalam membangun infrastruktur. Terlebih, sejumlah proyek infrastruktur terancam mubazir, hanya akan menghabiskan anggaran, serta bisa teronggok menjadi museum.
Salah satunya pernah diungkapkan oleh Faisal Basri, yang mengungkapkan bahaya dengan “Gaya Jokowi ‘kerjakan saja’ dan jika ada yang salah kita koreksi saja,” dalam hal pembagunan infrastruktur.
Apa yang dulu dikhawatirkanpun saat ini terjadi, lihat saja bagaimana nasib Light Rail Transit (LRT) Palembang di Sumatera Selatan yang dibangun sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018. Proyek yang memakan biaya hingga Rp 12,5 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang minim jumlah penumpang dan terus merugi hanya untuk menutupi operasional.
Baru-baru ini juga mengemuka di publik bagaimana overbudget dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang merupakan proyek kerja sama antara Indonesia-Cina. Pada awalnya, proyek tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar US$6,07 miliar atau Rp 86,8 triliun. Namun, setelah proyek berjalan, biaya proyek tersebut diperkirakan mencapai US$8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun. Selain persoalan biaya, banyak pengamat transportasi memperkirakan bahwa proyek ini akan bernasib sama dengan LRT Palembang dari sisi minat penumpang.
Bandara Kertajati di Majalengka setali tiga uang, Kertajati dibangun pada 2014 dan diresmikan pada 24 Mei 2018. Pembangunan bandara terbesar kedua di Indonesia tersebut menelan biaya sebesar Rp4,9 triliun nyatanya sepi penumpang bahkan mirip museum saking sepinya. Sulitnya akses ke bandara menjadi biang keladi dari tidak lakunya bandara Kertajati.
Realitas mangkraknya proyek yang menggerus APBN dan bengkaknya utang belumlah usai, masih ada episode proyek Ibu Kota Negara Baru, belasan proyek PLTU, dan dibumbui dengan nasib jalan tol yang setelah beroperasi ternyata sepi peminat dan terus merugi.
Alih-alih masalahnya reda, proyek-proyek tersebut justru selama ini jadi bancakan korupsi banyak pihak. Realitas korupsi yang kian menggila ini mejadi sorotan mantan sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menyebutkan jika Indonesia telah hancur-hancuran dengan rezim yang ada saat ini telah mengelola negara tanpa etika dan tinggal menunggu kehancurannya. Ini bisa dilihat dari tingginya Korupsi, Oligarki, Dinasti, Otoritarian, dan Koncoisme (KODOK). (Pikiran-Rakyat.com 06/11/21)
Kondisi mangkrak dan bengkaknya utang dari ambisi pembangunan di atas akhirnya menjadi jalan untuk mengantarkan bangsa ini pada jebakan utang dan ladang korupsi yang ditunggangi kepentingan oligarki yang sejatinya adalah cermin fasadnya konsepsi ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara ini.
Tentu hal tersebut tidak akan kita temui bila konsepsi ekonomi Islam yang diterapkan dalam pengelolaan pembangunan negara. Pembangunan dalam Islam adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari sisi politik ekonomi Islam. Di mana politik ekonomi Islam telah mengatur bahwa kepemilikan, pengelolaan, dan pendistribusian harta hendaknya didasarkan kepada prinsip-prinsip dan etika bisnis yang islami. Sehingga peran pemerintah dan umat memiliki porsinya masing-masing dalam kegiatan perekonomian yang ditujukan sebagai wasilah terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat secara menyeluruh baik kebutuhan primer, sekunder, dan tersier tidak yang lain. []