Akar Masalah Ambruknya Migas Dunia

Last Updated: 10 Mei 2020By

Oleh: Agan Salim

Aliansi Pengusa Muslim – Menurunnya permintaan minyak yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona yang dikombinasikan dengan perang harga telah menyebabkan industri migas merugi dan ambruk.

Mereka menghadapi tantangan paling berat dalam 100 tahun terakhir. Bagaimana tidak, harga minyak saat ini terendah selama hampir dua decade terakhir.

Minyak West Texas Intermediate yang menjadi patokan harga minyak mentah di AS pada Senin lalu, 20 April 2020 harganya merosot hingga minus US$ 37,63 per barel (katadata.co.id 22/04/20).

Kondisi ini mengakibatkan perusahaan minyak asal Amerika Serikat, Diamond Offshore (DO) jatuh bangkrut. Total kerugian diperkirakan mencapai US$ 1,2 miliar setara Rp 18 triliun (kurs Rp 15.300/ dolar US). Sebelumnya, Whiting Petroleum (WLL) lebih dulu menyatakan bangkrut pada 1 April. Whiting dengan kerugiannya mencapai US$ 1,6 miliar (Rp 24 triliun). Diperkirakan akan ada lebih banyak lagi yang menyusul (detik.com 28/04/20).

Karena sebagian besar instrumen pembiayaan perusahaan migas ini di topang oleh instrumen khas kapitalis, yaitu bank dan lantai bursa maka efek dominopun terjadi, di AS misalnya, perusahaan migas di lantai bursa New York Stock Exchange mengalami kerugian $ 610 juta pada kuartal pertama tahun ini (theguardian.com 01/05/20).

Saham-saham migas dalam negeripun ikut berjatuhan, di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan selasa (21/4/2020), PT Medco Energi International, sahamnya jatuh 5,94 %. PT AKR Corporindo juga sahamnya terjerembab 2,41%. PT Elnusa terkoreksi cukup dalam 4,64%.

Bahkan Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira menyebut anjloknya harga minyak dunia berpotensi menyebabkan resesi ekonomi. Sebab, turunnya harga minyak membuat harga komoditas seperti sawit dan batu bara ikut turun (katadata.co.id 10/3/20).

Realitas di atas semakin menambah panjang deret ambruknya pilar-pilar ekonomi kapitalisme dunia yang diadopsi saat ini. Dan ini semua semua bermula dari praktik ribawi. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis, riba atau suku bunga (interest) seperti nyawa yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dari tubuhnya.

Jadi ambruknya harga minyak dunia yang punya dampak domino resesi saat ini, bukan hanya sekadar teknis ekonomi supply dan demand semata. Tapi ada akar masalah mendasarnya, yaitu penerapan sistem kapitalisme dalam aspek kepemilikan negara dan praktik ribawi/pasar modal.

Analisis ini sejalan dengan ungkapan pakar ekonomi Islam, Dwi Condro Triono yang menilai bahwa penyebab utama krisis ekonomi terjadi karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan riba sebagai jantung perekonomiannya. Dengan bank dan pasar modal sebagai jantungnya, sehingga selama riba masih dijadikan sebagai jantung perekonomian, maka selama itu pula krisis/resesi ekonomi terus terjadi.

Karenanya, kalau dunia ini benar-benar menginginkan tata kelola ekonominya makmur, sejahtera dan berkeadilan, maka tidak ada jalan lain selain menghentikan sumber permasalahan utamanya, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Dan setelahnya diganti dengan sistem ekonomi anti krisis dan resesi yaitu sistem ekonomi Islam.

Dan ini semua akan diawali dengan melakukan dua hal besar, yaitu menganti jantung sistem kapitalisme dalam hal ini bank dan pasar modal, dengan “Baitul Mall” dan mengatur ulang pembagian kepemilikan individu, umum dan negara sesuai dengan tuntunan Islam.

Karena pondasi sistem ekonomi Islam adalah aturan Allah Swt sebagai Al Khaliq dan pemilik semua alam raya ini. Sehingga bila kita ingin mengelola alam termasuk minyak, mesti mengikuti bagaimana aturan yang telah ditentukan oleh Sang Pemiliknya.

Seperti firman-Nya ”yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi” (T.Q.S. Al Furqon[25] : 2)