#29 Mengapa [Harus] Kita ?! [Tamat]
Seri Transformasional Leadership :
Belajar Dari Muhammad Al Fatih, Achieving The Impossible
#29 Mengapa [Harus] Kita ?! [Tamat]
Kini setelah 570 tahun sejak dibebaskannya Konstantinopel, kita menghadapi situasi yang berbeda fisiknya, namun hakikatnya sama saja.
Ya, kini, dunia kita berbeda fisiknya, tapi hakikatnya sama saja. Jika Al Fatih berupaya membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan kepada Allah Swt, maka kini kita juga menghadapi persoalan yang sama, manusia melakukan penghambaan kepada sesama manusia dalam bentuk aturan kehidupan yang menyimpang, memisahkan diri dari syariat. Itulah sekulerisme. Itulah kapitalisme.
Meski hakikatnya sama saja, namun situasinya lebih menyedihkan. Dampaknya lebih mengerikan. Kita sedang menghadapi potensi lost generation. Generasi yang hilang.
Generasi yang tidak tahu untuk apa dia sekolah. Generasi yang tumbuh tanpa tahu jati dirinya, tanpa jelas mimpi besarnya dan tanpa arah peta jalannya. Generasi yang akhirnya terombang ambing, tercabik-cabik dengan ilusi, tipu daya, khayalan, dan gaya hidup bebas.
Faktanya hadir setiap hari di layar kaca dan media tanpa basa basi. Allah kariim.
Generasi tuanya juga sama menyedihkannya. Mereka dihinggapi penyakit krisis. Krisis pengaruh yang dikontribusi oleh krisis kepemimpinan di semua level. Korupsi yang masif menjadi salah satu indikasinya. Bahkan Klitgaard (1998) sejak lama tak sungkan menyebutkan biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya yaitu kolonialisme. Memang sekulerisme selalu seiring sejalan dengan isme-isme buruk lainnya, seperti kapitalisme, kolonialisme, hedonisme, pluralisme (bukan pluralitas !), materialisme, sinkretisme dan isme-isme buruk lainnya ! Hasilnya juga sudah pasti buruknya !
Wahai Umat,
Kita sedang menghadapi musibah besar, musibah peradaban. Dan Ini menimpa sebagian besar anak-anak kita juga sebagian besar para orangtua. Sungguh kita sedang berpacu dengan waktu.
Kita memiliki tugas besar. Kerja peradaban namanya !
Agar anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang paham dengan jati diri sesungguhnya, yaitu Islam. Agar anak-anak kita selalu menjadikan Islam sebagai pijakan dan way of life-nya.
Agar anak-anak kita memiliki kemampuan/keahlian kepemimpinan dan manajemen secara mumpuni. Agar anak-anak kita memahami kondisi masyarakat yang bertentangan dengan Islam. Memahami kondisi ideal sesuai Islam. Agar anak-anak kita memahami tugas sejarahnya, yaitu secara cerdas dan bernas menunjukkan jalan perubahan
menuju kehidupan Islam yang hakiki kepada umat. Agar anak-anak kita mau dan mampu membukakan jalan, mendorong mereka dan bersama mereka berjalan di atas jalan baru itu
sekalipun di dalamnya terdapat kesulitan, kelelahan, curahan upaya, dan pengorbanan.
Wahai Umat,
Itulah Generasi Pemimpin Transformasional Sejati ! Pemimpin Anshorullah !
Pemimpin yang mampu mentransformasikan masyarakatnya agar beriman dan bertakwa sepenuhnya kepada Dzat pemilik mereka dan kita semua, Allah Swt. Agar tak ada lagi kedustaan dan kesombongan penduduk negeri. Agar tak ada lagi azazil-azazil baru.
Agar keberkahan Allah Swt limpahkan dari langit dan bumi kepada negeri ini dan juga dunia. Sebagaimana doa dan cita dari para pendahulu negeri.
Pada diri anak-anak kitalah sosok pemimpin seperti ini kita tumbuhkan. Karena anak-anak kita, tidak saja harus diselamatkan, tapi juga karena merekalah jawaban masa depan umat ini. Merekalah masa depan umat ini. Jika Al Fatih dibesarkan untuk membebaskan Konstantinopel dari penghambaan kepada sesama manusia, maka kini anak-anak kita besarkan untuk membebaskan umat dari belenggu penjajahan sekulerisme menuju peradaban Islam yang gilang gemilang.
Wahai Umat,
Begitu juga dengan para orangtua kita. Agar para orangtua kita kembali paham dengan jati diri sesungguhnya, yaitu Islam. Agar para orangtua kita kembali menjadikan Islam sebagai pijakan dan way of life-nya. Agar para orangtua kita kembali memahami kondisi masyarakat yang bertentangan dengan Islam. Memahami kondisi ideal sesuai Islam.
Agar para orangtua kita memahami tugas sejarahnya, yaitu secara cerdas dan bernas menyelamatkan anak-anak kita menuju kehidupan Islam yang hakiki.
Agar para orangtua kita memberi teladan, mendampingi dari samping dan mendorong dari belakang kepada anak-anak kita sehingga secara bersama-sama berjalan menuju kehidupan Islam yang hakiki itu, sekalipun di dalamnya terdapat kesulitan, kelelahan, curahan upaya, dan pengorbanan.
Pada diri orangtualah kita sadarkan kebutuhan kita akan sosok pemimpin seperti ini.
Karena orangtua kita, tidak saja harus menyelamatkan, tapi juga karena mereka turut bertanggung jawab atas masa depan umat ini. Jika Sultan Murad II bersama Syekh Aaq Syamsuddin dan Maulana Al Kurani membesarkan Al Fatih untuk membebaskan Konstantinopel dari penghambaan kepada sesama manusia, maka kini para orangtua kita beserta para guru dimana pun berada membesarkan anak-anak kita untuk membebaskan umat dari belenggu penjajahan sekulerisme menuju peradaban Islam yang gilang gemilang.
Wahai Umat,
Benar, kita memerlukan lebih dari sekedar anak yang sholih dan sholihah. Kesholihan anak-anak memang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Tapi kita perlu lebih dari itu.
Kita juga harus memikirkan umat, karena kita bagian dari umat. Kita memerlukan anak-anak yang sholih dan sholihah yang akan menjadi pemimpin umat ini di masa depan.
Demi kehormatan dirinya, demi kebahagian keluarganya dan demi kemuliaan umatnya.
Kita juga memerlukan lebih dari sekedar orangtua yang sholih dan sholihah.
Kita perlu orangtua yang juga peduli pada nasib umat ini di masa kini dan masa depan. Juga untuk membayar kesalahannya di masa lalu akibat kesalahannya mengambil keputusan berpihak pada isme yang salah !
Pertanyaannya,
Lantas mengapa harus kita yang menghadapi sekulerisme kapitalisme ? Mengapa harus kita yang menyelamatkan anak-anak kita dan juga para orangtua kita? Mengapa harus kita yang masih menyisakan banyak ‘bukit galata’ yang belum terselesaikan ? Mengapa harus kita yang masih punya banyak persoalan pribadi ini ? Mengapa?
Mengapa bukan Al Fatih saja sekalian yang telah terbukti sebagai pemimpin terbaik, pembebas Konstantinopel dengan begitu banyak terobosan dahsyatnya ?
Atau mundur ke belakang 300 tahun sebelumnya, mengapa bukan Shalahuddin al Ayyubi saja yang juga telah terbukti sebagai pemimpin hebat pembebas al Quds ?
Atau mundur lagi ke belakang 800 tahun sebelumnya, mengapa bukan Umar bin Khattab saja yang berhadapan dengan kapitalisme sekulerisme? Umar yang keimanannya saja mampu mengusir jin dan setan yang menutup pori-pori sungai Nil hingga kering kerontang, apalagi dengan ketaatannya pada syariat. Pengembangan wilayah Islam pun berkembang pesat di masa Beliau.
Mengapa [harus] kita? Apalagi mereka semua sudah jelas handalnya dibanding kita semua! Mengapa Allah justru menurunkan kita yang begini ini untuk menghadapi kapitalisme sekulerisme? Mengapa?
Jawabannya adalah…
Karena menurut takdir Allah Swt, kitalah yang cocok HIDUP di masa sekarang ini, bukan Umar, juga bukan Shalahuddin al Ayyubi, bahkan Muhammad Al Fatih…
Menurut takdir Allah Swt, kitalah yang cocok dan diberi kesempatan BERJUANG di masa sekarang ini menghadapi kapitalisme-sekulerisme, bukan Umar, Shalahuddin al Ayyubi, atau bahkan Muhammad Al Fatih…
Benar, Allah Swt Telah Memilih Kita !
Kitalah Yang Cocok Dan Mampu Berjuang Menjadi Pemimpin Anshorullah Abad Ini ! Kitalah Yang Cocok dan Mampu Berjuang Menyiapkan Al Fatih – Al Fatih masa kini ! … Bukan Mereka !!!
Jadi, Hadapi atau hindari ?! HADAPI !!!
Takbir !!!
Allahu Akbar !!!
Allahu Akbar !!!
Allahu Akbar !!!
Allahumma sholli ala Muhammad.
Hikmah Bakal Aksi :
Wujudkan Mimpi Besar Menjadi Pemimpin Transformasional Sejati, Pemimpin Ansharullah Dengan Cara Al Fatih !
(1) Tanamkan Keyakinan bahwa kita bisa, kita mampu dan kitalah Muslim Terbaik yang Akan Menjadi Pemimpin Transfromasional Sejati, Pemimpin Ansharullah itu sebagaimana Keyakinan Bisyarah ditaklukkannya kota Konstantinopel dalam hadits riwayat Ahmad oleh pemimpin dan pasukan terbaik itu sejak kecil telah ditanamkan kepada Muhammad al Fatih oleh gurunya, Syaikh Aaq Syamsuddin.
(2) “Hati kita hendaknya kokoh laksana batu karang. Kita wajib meneruskan perjuangan ini. Tanpa harus dihinggapi sifat lemah dan kerdil. Kita telah memulai satu perkara, maka kita wajib menyelesaikannya.” (Zughanusy Pasha)
(3) Tawakkallah pada Allah Dzat Yang Maha Penolong sebagaimana penegasan “Maulana al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin, guru Muhammad al-Fatih, “Perang wajib dilanjutkan, dan dengan kekuatan Dzat Yang Maha Agung, maka kemenangan akan segera tercapai.”
Pak Kar. 21.4.2023
Untuk Sehzade Ali