22 Tahun Korupsi Blbi: Obligator Yang Utang, Negara Yang Bayar, Rakyat Yang Menanggung

Last Updated: 31 Agustus 2021By

Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 72
Oleh: Pujo Nugroho

Assalim.id – Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan skandal yang terjadi sejak tahun 1998, namun belum juga selesai hingga sampai saat ini.

Sehingga pemerintah telah menanti selama 22 tahun untuk pengembalian aset BLBI. Total kewajiban BLBI yang masih dikelola oleh pemerintah sebesar Rp 110,45 triliun.

Kasus korupsi BLBI telah menyebabkan kerugian yang sangat besar dan menguras kas negara. Selain kerugian dari belum optimalnya pengembalian aset dari debitur atau obligor BLBI, kerugian lainnya yang timbul adalah bunga yang harus ditanggung negara.

“Pemerintah selama 22 tahun selain membayar pokoknya, juga membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang dinegosiasikan. Jelas pemerintah menanggung bebannya hingga saat ini,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Pengamanan Aset Tanah dan Bangunan BLBI.

Kerugian Rp 2000 Triliun

Pada tahun 2016 seperti yang diberitakan Tempo.co (24/4/2016) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis kerugian negara akibat BLBI hingga tahun 2015 mencapai Rp 2.000 triliun. Nilai ini terancam meningkat menjadi Rp 5.000 triliun pada 2033.

“Nilai itu belum termasuk nilai guna dan nilai tambah dari aset yang seharusnya dikembalikan obligor dari SKL (surat keterangan lunas),” kata Manajer Advokasi Investigasi Fitra Apung Widadi di kantornya, Ahad, 24 April 2016.

Sedangkan menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2000, BLBI merugikan negara Rp 138,442 triliun dari Rp 144,536 triliun BLBI yang disalurkan. Kredit itu diberikan kepada  48 bank dengan rincian 10 bank beku operasi, 5 bank take over, 18 bank beku kegiatan usaha, dan 15 bank dalam likuidasi.

Apung mengatakan temuan kerugian negara dan penyimpangan versi BPK dan BPKP akan menjadi lebih mencengangkan jika biaya penyehatan perbankan sepanjang 1997-2004 dihitung mencapai Rp 640,9 triliun.

KPK Menerbitkan SP3

Namun sayang kasus yang mengakibatkan kerugian hingga ribuan triliun menurut Fitra di atas sudah dianggap selesai secara pidana dan kini tersisa penagihan aset-aset mereka yang mengemplang.

Keputusan Mahkamah Agung menjadi dasar pemerintah untuk menyelesaikan perkara perdata dari kasus BLBI. Sebelumnya Mahkamah Agung menyatakan tak ada perkara pidana dalam kasus BLBI.

Keputusan tersebut pun dipertegas dengan menolak peninjauan kembali yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga akhirnya KPK menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut.

Bagi pemerintah kebijakan BLBI tahun 1998 itu sudah selesai, sudah dianggap benar meskipun negara rugi karena waktu itu situasinya menghendaki itu,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD (kontan.co.id, 12/4/2021).

Rakyat yang Menanggung

Bagaimanapun ujung kerugian ini ditanggung oleh rakyat. Beban utang dan bunga para obligator korup tersebut selama 22 tahun ditanggung oleh negara. Beragam cara negara menanggungnya.

Guna menyediakan dana untuk BLBI, pemerintah harus berutang dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). Sampai saat ini, SUN masih dipegang oleh BI, dan ‘argo’ bunga dan pokok utang terus berjalan selama 22 tahun.[]